Daralia. Ibu cantik anak mantan kepala desa itu duduk sendiri dikursi depan teras rumahnya. Nampaknya hari ini dia tidak masuk kantor. Mungkin karena kecapean.
Daralia, sangat dekat dengan ibuku. Menyangi sekaligus mengormatinya. Menyayangi seorang perempuan, kakak sepupunya yang memiliki kelembutan dan kesantunan mede in ‘alam semesta’.
Begitu pula Ibuku. Sangat menyayangi sekaligus bangga padanya. Bangga pada Daralia yang selalu memiliki semangat untuk meraih sesuatu yang ingin diraihnya. Termasuk bercita-cita dalam meraih pendidikan sampai kejenjang yang lebih tinggi. Dan, itu! Dibuktikannya.
Daralia memiliki kecantikan alami. Rambut panjang, lebat, lurus terurai. Mirip artis pujaanku Dian Sastro. Daralia sangat mudah bergaul. Tapi, tidak semua perempuan seumurannya bisa menjadi teman atau sahabatnya. Jangan ditanya, kenapa?
….
….
Seperti hari-hari kemaren suhu udara dikotaku terasa menyengat Matahari terik. Tumbuh-tumbuhan yang kutanami dan sapi-sapi yang berkeliaran di jalan, sekitar tempat usahaku turut merasakan situasi kegerahan ini.
Teringat ‘insiden’ yang menimpa Daralia. Di siang yg gerah. Cuaca panas. Tigabelas tahun yang silam. Kronolis insidenya begini:
“Dulu, dikampungku, masyarakat memiliki kebiasaan untuk menjemur pakaian yang telah habis dicuci, dilakukan diluar atau dipekarangan rumah. Jemuran dibuat dari tali dibentangkan ditiang kayu yang sudah ditancapakan ditanah. Meyerupai Huruf ‘H’. berderet, sejajar, untuk menopang 3 tali atau kawat dari sisa gulungan kabel listrik/telepon yang tidak terpakai lagi.
Disiang itu, Daralia menjemur pakaian cucian dijemuran pekarangan rumahnya. Tetapi, biasanya untuk benda yang satu ini, ia jemur pada kamar kosong di dapur rumahnya. Sebab, Daralia sangat selektif menentukan sikap. Atas semua tindakan dan keputusan yang ia lakukan sebagai seorang perempuan. Termasuk untuk urusan yang satu ini. Menjemur dan menandai CD-nya “Daralia SD.,SMP.,SMA.,SE.MM.” Tulisan Berwarna – warni yang ia sesuaikan dengan warna-warna CD-nya.
....
....
Cahaya matahari menyinari siang. hawanya menyengat. Deretan jemuran pakaian dan sejumlah CD yang berwarna-warni milik Daralia nampaknya, sebagian sudah mulai mengering.
“Hiiaaa,..Haad,..Happ,..ccccc,..” Berkali-kali suara kepala desa itu, terdengar lantang. Mengusir segorombolan sapi yang memasuki pekarangan rumah. Jemuran kering yang jatuh ketanah karena terjangan angin, terinjak oleh sapi-sapi itu.
Pergerakan sapi-sapi itu menjadi liar. Daralia kaget. Ia berteriak dari dalam rumah. Mengikuti suara teriakan ayahnya.
Tampaknya, sapi jantan yang bertanduk unik itu, menjadi gelisah. Ruang geraknya untuk lari menyelamatkan diri terbatasi oleh kawan-kawannya.
Kegelisahaanya semakin bertambah. Sebab, salah satu CD milik Daralia menghalangi pandangannya.
CD Daralia tersangkut ditanduknya. Berayun-ayun berama ‘merk’ bertuliskan Daralia SD.,SMP.,SMA.,SE.,MM, mengikuti gerak badanya yang sedang lari kencang. Takut, mengindar dari kejaraan om Diru dan sebatang kayu ditangannya.
Hansip kampong ikut melibatkan diri. Sebab, tidak tega melihat bos mereka, lari tunggang langgang untuk mengatasi sapi jantan itu.
Setelah mereka dapat mengatasi insidenl yang cukup melelahkan itu. Mereka rayakan rasa syukur sejenak. Sambil berdoa. Amin.
Mereka bungkus barang ‘unik’ itu, pada sebuah kantongan hitam yang mereka beli di salah satu kios kampong milik H.Ngandro. Mereka bawah kepemiliknya. Daralia SD.,SMP.,SMA.,SE.,MM Anak kepala desa. Bos, mereka.