Kegundahan, keluh kesah bahkan kegaduhan manusia dalam relasi dan interaksi sosial, baik di alam nyata maupun jagat maya, antara lain karena dorongan tuntutan keinginan dan kebutuhan hidup manusia yang selalu berkembang.
Perpacuan antara keinginan dan kebutuhan seringkali tidak diimbangi dengan kemampuan untuk memenuhinya. Keinginan akan berbagai hal secara individual dan organisasional cenderung melampaui kebutuhan serta kemampuannya. Keinginan tidak pernah mengenal batas cukup.
Sementara kebutuhan pun meningkat terus, didesak oleh dorongan keinginan kuat yang sering tidak terkendali. Kebutuhan menjadi mendesak, penting atau pending ( tertunda ) bahkan harus dibatalkan, atas pertimbangan berbagai hal, terutama kemampuan yang dimiliki masing-masing individu atau komunitas manusia untuk memenuhinya.
Keinginan dan kebutuhan cenderung menjadi liar manakala kemampuan manusia untuk memenuhinya semakin tinggi, kuat dan canggih. Sebaliknya dalam keadaan serba masih terbatas, biasanya keinginan dan kebutuhan manusia dan kelompok atau komunitas manusia hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan biologis: bisa jadi sekadar untuk makan dan minum serta seks saja. Sudah merasa tercukupi. Alih-alih jika ekonomi dan daya beli manusia sudah semakin mapan , keinginan cenderung semakin kuat dan kebutuhan pun semakin meningkat.
Keinginan dan kebutuhan mungkin positif atau bermaslahat, bisa jadi juga negatif, mubazir, merugikan diri sendiri dan banyak orang lain. Ada seloroh terkait dinamika hubungan keinginan dengan kebutuhan dan kemampuan manusia: “hari ini makan apa. besok makan apa, lama-lama besok makan di mana, lusa makan dengan siapa, besok-besok lagi makan siapa.”
Seloroh ini bermakna ironis sekaligus sarkastis’ yang menyentuh gejala kehidupan banyak manusia, mulai dari tingkat orang biasa, yang serba kekurangan sampai tingkat status manusia yang memilki beragam kemampuan dan kekuasaan serta akses untuk merealisasikan banyak keinginan dan kebutuhan: cenderung berlebihan, bahkan berperilaku serakah.
Bukan hanya sekedar ironis dan sarkatis, gejala perilaku paradoks pun kerap kita temui. Di satu sisi manusia dianjurkan makan minum sehat secukupnya. Di sisi lain makan dan minum gaya hidup modern berpotensi tidak menyehatkan namun kadung kerap sudah menjadi kebiasaan, kepribadian bahkan budaya masyarakat.
Pesan atau konten iklan-iklan makanan, minuman ditawarkan marak di berbagai media dan wujudnya dijual di pasar terbuka. Sementara iklan-iklan layanan sosial seperti halnya peringatan tentang bahaya rokok yang berpotensi menyebabkan berbagai penyakit sangat berbahaya bahkan berpotensi mematikan berjalan berseberangan atau tidak konsisten dengan iklan-iklan kreatif komersial berbagai merek rokok di media dan ruang-ruang lalu lintas terbuka.
Menampilkan gambaran simbol-simbol gaya hidup semangat penuh kekuatan, keperkasaan dan optimisme kalangan kaula muda. Penjualannya pun sangat tidak terkontrol, karena rokok bisa didapat bebas di toko-toko atau warung-warung, mulai dari kota-kota sampai ke desa-desa. Cukai rokok, atau tembakau pun masih menjadi bagian sumber pendapatan legal dibanyak negara,..
Sementara itu di satu sisi manusia mendambakan kedamaian, kerukunan dan persatuan serta persaudaraan. Namun di sisi lain manusia pun menyebar ujaran-ujaran kebencian, kedengkian, hasutan bahkan fitnah yang menimbulkan perpecahan. Di satu pihak manusia dituntut kerja keras, disiplin dan jujur.
Dipihak lain manusia juga diajak bersekongkol untuk bohong, serong, selingkuh, curang, patgulipat, dan licik serta menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan hidupnya.