Mohon tunggu...
Sofiandy Zakaria
Sofiandy Zakaria Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan PNS Badan Pengembangan SDM Dep. KIMPRASWIL/ Dep. PU. Dosen Prodi Ilmu Komunikasi FISIP-UMJ 1989-2022. Dosen Fakultas Psikologi UIN Jakarta 2007-2022

Olah raga dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Institut Pleksibel Banget

4 Juni 2024   18:30 Diperbarui: 5 Juni 2024   05:50 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
maukuliah.id/Insitut Pertanian Bogor

Alkisah ada sekelumit guyonan di kalangan rakyat kelas menengah terdidik sekitar tahun 90-an.  Entah siapa yang pertama kali melontarkan seloroh: “lulusan Institut Pertanian Bogor  (IPB) itu mampu bekerja di bidang apa saja dan di mana saja. Kecuali di bidang pertanian”. Seloroh ini di satu sisi mengisyaratkan kebangaan: teristimewa bagi alumni perguruan tinggi pertanian paling terkemuka di tanah air ini. Bangga banget (5e ). Di sisi lain seloroh itu pun adalah sindiran bernada memperihatinkan: masa sih lulusan setaraf IPB tidak mampu bekerja di bidang pertanian.

Sejauh ini kita yakin, bukan hanya alumni yang bangga, tapi juga civitas akademica merasa bangga menjadi bagian dari IPB sebagai institusi perguruan tinggi pertanian nomor wahid di Indonesia. Meski nama IPB tempo dulu sering diplesetkan menjadi Institut Perbankan Bogor dan atau Institut Pleksibel Banget.  Maaf, lidah orang Bogor dan Sunda umumnya lumrah  melafalkan huruf f  menjadi p. Khalayak pun sudah banyak tahu siapa saja alumni IPB yang berkiprah di bidang perbankan.

Bahkan tidak sedikit alumni IPB yang terjun ke dalam dunia jurnalistik. Bukan hanya sekadar sebagai  wartawan  dan bukan pula termasuk wartawan kelas kaleng-kaleng. Contohnya Bagja Hidayat bukanlah nama asing di dunia jurnalistik tanah air. Sejak bergabung dengan Tempo tahun 2001 silam, lulusan IPB University Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan itu sudah banyak melahirkan karya dan mengantongi sejumlah penghargaan. Contoh lain: mantan Direktur SDM dan Umum Perum LKBN ANTARA Naufal Mahfudz adalah juga alumnus moncer jebolan IPB. Nama IPB pun sering dipelesetkan sebagai Institut Publisistik Bogor.

Sementara keprihatinan yang tersirat dari seloroh-seloroh yang mencul ke permukaan itu selain mengganggu citra IPB, juga  mengindikasikan ada kelemahan pemerintah cq jajaran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, yang bertanggung jawab langsung  terutama dalam pembinaan dan pengawasan , arah serta tujuan institusi semua pendidikan tinggi.

Peluang dan tantangan.

Seleksi masuk IPB  memang dikenal ketat. Hanya orang-orang yang memiliki kecerdasan dan kemampuan bersaing di atas rata-rata pesaing lain yang bisa lolos. Kemampuan kognitif yang memadai di bidang matematika, statistika dan ilmu hitung-hitungan lainnya  menjadi salah satu andalan alumni IPB  dalam persaingan bebas  berebut peluang  lahan berbagai  bidang pekerjaan dan jabatan bergengsi.

Tantangan dalam mendapat pekerjaan yang tergolong baik dan dianggap bergengsi tentu menjadi idaman semua alumni perguruan tinggi. Penguasaan kemampuna akademik yang kuat pun selalu menjadi tuntutan perusahaan-perusahaan berkelas nasional maupun internasional. Dewasa ini peluang kesempatan bersaing mendapatkan pekerjaan bergengsi diperebutkan oleh alumni perguruan tinggi tidak hanya di dalam negeri tapi juga oleh alumni perguruan tinggi dari luar negeri. Jabatan-jabatan pekerjaan di bidang pertanian dan yang terkait dengan pengembangan bisnis lanjutan hasil pertanian yang diperebutkan bukanlah tuntutan kemampuan  kelas cangkul-cangkul..

Sindiran presiden Jokowi mengenai banyaknya alumni IPB yang bekerja di dunia perbankan, sempat dilontarkan dalam Sidang Terbuka Dies Natalis IPB ke-54 di Kampus IPB, Bogor, Rabu (6/9/2017) adalah benar adanya. Jokowi pun mengaku sudah mengecek sendiri di jajaran direksi perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sangat banyak lulusan IPB bekerja di sana, mulai dari level direksi hingga manajer tengah. "Terus yang ingin jadi petani siapa?” (Kompas.com - 07/09/2017, 05:49 WIB).

Sementara itu banyak juga  anak muda yang sudah tidak tertarik bekerja di sawah atau di ladang. Mereka pun jarang yang mau menjadi nelayan seperti ayah dan nenek moyangnya. Lagu Nenek moyangku orang pelaut tinggal hanya nyanyian tempo dulu saja.

Indonesia, sebagai negara yang memiliki lahan tanah dan laut yang luas, sejatinya berpotensi menjadi negara agraris modern. Perkembangan teknologi industri pun seharusnya berpengaruh langsung terhadap perkembangan sektor pertanian, peternakan, perikanan  untuk kesejahteraan masyarakat yang lebih merata dan adil. Sektor pertanian dan subsektor-subsektor turunannya seperti, peternakan dan perikanan bukan semata-mata kegiatan produksi hasil mentah, tapi juga kemampuan penguasaan aktivitas-aktivitas pasca panen: penyimpanan, pengolahan, pemasaran, distribusi dan bisnis-bisnis pertanian lain yang  terkait. Kemampuan petani, peternak, dan nelayan umumnya berhenti sampai di tahap produksi hasil mentah. Selebihnya kita sudah  tahu sama tahu :  pengusaha kelas kakap dan  penguasa tertentu, bahkan politisi memainkan peran penentu naik turun permintaan, pasokan, harga dasar dan pasar bidang pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun