Oleh : Sofia Muawalina Nurfaeda
Kata korupsi tidak asing di kalangan muda dan tua, arti korupsi dalam jurnal IKHTIYAR (Hans Tangkau, 2012) sendiri dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Perbuatan korupsi dapat dilakukan oleh siapapun, korupsi juga dapat mencakup perilaku pejabat-pejabat sektor, baik politisi maupun pegawai negeri, yang memperkaya diri mereka secara tidak pantas dan melanggar hukum, atau orang-orang yang dekat dengan pejabat birokrasi dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dipercayakan kepada mereka. Sedangkan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001, paradigma pengertian korupsi bergeser kepada: pemberian suap (gratifikasi); yang menerima suap; perbuatan curang dari pemborong/ahli bangunan yang membahayakan keamanan orang. Sedangkan Modus Tidak Pidana Korupsi dapat berupa penggunaan anggaran yang tidak sesuai peruntukan; markup pembiayaan anggaran; pemalsuan anggaran/fiktif; gratifikasi; dan pemberian hadiah. Perilaku korupsi dapat kita cegah sedari dini, dan hal tersebut dapat dilakukan dimulai dari keluarga, dikarenakan keluarga merupakan tempat pendidikan pertama kita, tugas utama dalam mendidik serta mengenalkan prinsip kebaikan, kebenaran, dan kesalehan hidup adalah tugas dan tanggung jawab orang tua. Dengan demikian dapat dikatakan, peran keluarga begitu besar dalam mencetak generasi penerus sebuah bangsa serta menciptakan budaya antikorupsi. Sementara itu, berdasarkan aliran neo-klasik dan aliran determinisme tersebut maka teladan berperilaku yang baik dari seluruh anggota keluarga, kebiasaan mendongeng yang dilakukan oleh anggota keluarga (ayah, ibu, kakek, nenek) juga akan mempengaruhi pola pikir anak di kemudian hari dan akhirnya turut membentuk karakter anak. Oleh Karena itu, orang tua dalam memilih buku dongeng harus bersifat yang mendidik, seperti halnya dongeng Si Kancil yang licik, dan orang tua menjelaskan bahwa kita tidak boleh mempunyai sifat perilaku seperti kancil, selain itu dalam menumbuhkan sifat dan perilaku anti korupsi dengan membacakan dongeng tersebut, orang tua juga memberikan dongeng yang bertema kepahlawanan agar rasa cinta terhadap tanah air ini tumbuh sejak dini, sehingga ketika dewasa nanti akan bisa lebih menghargai tentang arti sebuah kemerdekaan dari bangsa ini, dan mengisi kemerdekaan itu dengan hidup yang bermanfaat bagi keluarga, sesama, bangsa dan Negara. Selain itu, budaya antikorupsi ini juga dapat dikembangkan melewati lembaga-lembaga pendidikan.
Lalu apabila terdapat masyarakat, baik itu dalam kalangan atas, daerah, bawah dan sebagainya melakukan korupsi, maka perlu dilakukannya penanggulangan korupsi atau dapat dikatakan suatu kebijakan yang dipilih oleh penguasa atau pemerintah dalam kerangka kebijakan atau politik kriminal. Sedangkan Sudarto (1981 : 161) mengemukakan terkait 3 (tiga) arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu :
a. Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dan reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana ;
b. Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi ;
c. Dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sosial dalam masyarakat.
Dengan adanya budaya antikorupsi serta upaya pencegahan, penanggulangan terkait masalah korupsi diharapkan kedepannya lagi masyarakat Indonesia tidak ada yang melakukan tindakan curang yang dapat merugikan banyak orang. Serta kita juga harus menerapkan dan mengamalkan nilai-nilai pancasila supaya kita terhindar dari perilaku tersebut.
Referensi :
Agus Surono, "Menumbuhkan Budaya Anti Korupsi," UAI Press, hal. 140, 2017.
I. Sulastri, "Perlunya Menanamkan Budaya Antikorupsi Dalam Diri Anak Sejak Usia Dini," Mimb. Huk. - Fak. Huk. Univ. Gadjah Mada, vol. 24, no. 1, hal. 98--109, 2012, doi: 10.22146/jmh.16144.
A. Arsyad dan S. H. Mh, "Membudayakan Gerakan Anti Korupsi Dalam Rangka Penanggulangan Korupsi Di Indonesia," 2002.