"Kami mohon doa dan dukungannya agar idul fitri 1444 H sudah bisa digunakan. Terkait anggaran tidak ada tambahan. Itu tanggungjawab penyedia. Kemudian, bobot terbesar pengerjaan ada pada payungnya," jelasnya.
Lucunya, bahan cover tersebut, katanya, hanya untuk pelindung panas, bukan hujan dan segala macamnya. Padahal, suatu proyek yang berada di luar ruangan harus dirumuskan juga menganai bobot angin dan keilmuan lainnya.
Lika-liku proyek payung elektrik ini kemudiian menuai kritik dari masyarakat, pengamat, dan juga ahli. Proyek yang menelan APBD senilai Rp42 M itu mengalami kemoloran yang tak berkesudahan. Artinya, jika sudah mendapat perpanjangan perlu diselidiki penyebab keterlambatan baik dari internal ataupun eksternal.
Pengamat Sosial, Achmad Khaidir, menyebut, jika sudah tiga kali perpanjangan, artinya pemenang proyek memang tidak sanggup menjalankan tugasnya. Tentunya, itu harus ada sanksi dan penegasan pindah ke pihak lain. Lagi-lagi yang terjadi di lapangan, proyek masih dikerjakan dengan pihak yang sama.
Tak hanya itu, sebagai pemenang proyek tentunya sudah melakukan perencanaan dengan matang seperti jika terjadi bencana alam dan diluar kemampuan. Bahan baku yang dipasang pun harus diketahui sumbernya apakah dari dalam negeri atau luar negeri sehinggga bisa menyebabkan kemoloran tersebut.
Untuk diketahui, pasca kejadian ini, rupanya proyek payung elektrik ini tidak mengundang jasa ahli penilai kontruksi. Luar biasa, bukan? Padahal di Bumi Lancang Kuning, terdapat satu ahli penilai di bidang kontruksi. Namun, saat dikonfirmasi, ahli yang dikeathui bernama Prof. Ir. Sugeng, menyebut belum sama sekali dihubungi ataupun diundang oleh pemenang proyek.
Katanya, tidak bisa menyalahkan alam begitu saja atau menyalahkan secara sepihak. Apalagi katanya, proyek ini memakai uang negara yang cukup besar. "Jika karena alam harus bisa membuktikannya. Tidak boleh klaim sepihak," terangnya.
Di sisi lain, terkait bahan yang digunakan itu harus memenuhi standar nasional Indonesia (SNI). Kemudian terpal tersebut pun, harus ada uji lab nya. Jika berbeda, itu bisa dikomplain dan tentunya menjadi temuan.
"Harus ada nita penjelasan beban mati, hidup, gempa, angin, dan lainnya. Intinya, jangan sampai saling menyalahkan dan tidak ada yang bertanggungjawab. Inipun jangan sampai terulang kembali," tegasnya.
Ditanya mengenai, jika tidak mengundang jasa ahli penilai kontruksi dalam sebuah  proyek, Sugeng menyebut, perlu mengacu pada kontrak antara penyedia jasa dan pengguna jasa. Sebab, kontrak UU tertinggi.
Ia mengatakan, bisa dengan mudah meminta surat perjanjian kontrak tersebut. Dari situ bisa diketahui seperti apa bunyinya, siapa yang bertanggungjawab, dan apa saja snaksinya. "Kontak itu sudah disalahi atau masih menunggu komunikasi agar terjadi tawar-meanawar. Jika tidak jelas, berarti ada kesalahan dari mereka yang membuat kontrak," ujarnya.