Alun- alun Kidul atau yang lebih dikenal dengan sebutan Alkid, merupakan halaman luas yang letaknya berada di belakang Kraton Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Seperti namanya, Kidul yang bermakna Selatan, sesuai dengan lokasi Alun-alun Kidul yang berada di sebelah Selatan bangunan Kraton.
Kota Jogja sendiri memiliki dua Alun-alun yang tidak bisa dipisahkan dengan Kraton Yogyakarta. Jika Alkid berada di bagian belakang maka Alun-alun Lor atau Alun-alun Utara lokasinya berada dibagian depan Kraton Yogyakarta. Tentunya kedua Alun-alun tersebut memiliki keunikannya masing-masing.
Alun-alun Utara tidak dibuka untuk umum, Dahulu memang sempat digunakan sebagai ruang publik, seperti tempat parkir wisatawan dan tempat berjualan pedagang kaki lima. Akan tetapi, semenjak tahun 2020 Alun-alun Utara dipasangi pagar kemudian disusul upaya revitalisasi pada tahun 2022 guna mengemblaikan fungsi Alun-alun Utara seperti sebelumnya.
Walaupun kini Alun-alun Utara tidak dibuka untuk umum, masyarakat maupun wisatawan tetap bisa mengunjungi Alun-alun Kidul. Terdapat lima jalan masuk ke area Alun-alun Kidul, dengan empat berupa gang dan satu jalan utama dari arah Plengkug Nirbaya atau Plengkung Gading. Bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi, terdapat kantong-kantong parkir dengan tarif Rp. 3000 untuk motor dan Rp. 5000 untuk mobil.
Bagi wisatawan Alun-alun Kidul adalah surganya kuliner di tengah kota. Namun, disisi lain Alun-alun Kidul menjadi salah satu wadah bagi para pelaku UMKM yang ada di Jogja. Banyak pedagang yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan maupun menyediakan jasa hiburan. Terdapat puluhan UMKM yang berjejer rapi di sebelah Timur, Barat dan Selatan area trotoar yang mengelilingi lapangan.
Beragam jenis usaha makanan maupun minuman berjejer rapih dengan gemerlap lampu-lampu hias. Mulai dari makanan berat hingga jajanan yang lagi viral, makanan dan minuman tradisional maupun moderen, penjual mainan anak-anak bahkan sampai penyewaan sepedabecak yang dihiasi lampu-lampu lucu pun ada di Alun-alun Kidul.
Kebanyakan pedagang makanan dan minuman berjualan menggunakan boot outlet yang mereka hiasi sedemikian rupa. Ada juga pedagang yang berjualan di area pinggir lapangan dengan menggunakan gerobak dorong yang biasa dipanggil starling. Salah satu pedagang starling yang ada di Alun-alun Kidul adalah Siti Nur Jannah. Siti telah lebih dari 10 tahun berjualan aneka minuman botol dan minuman shacet yang disedu.
Siti memulai jualan dari jam 4 sore sampai jam 10 malam. Siti menuturkan bahwa setiap hari dia menyuruh orang untuk mendorong gerobaknya. Saat malam area Alun-alun harus bersih dan penjual yang sudah tutup harus membawa gerobak masing-masing pulang, tidak boleh ditinggal.
Siti juga menuturkan pada hari Selasa Wage area Alun-alun Kidul sepi, semua pedagang sama libur. "Gerobak gaboleh ditinggal harus bawa pulang. Jadi ini kalo malem bersih. Nanti ini malem takbiran sini libur, aturan selasa wage tapi digati malam takbiran besok. Dan itu, udah ciri khas Kraton itu. Setiap selasa wage sini libur, sepi."
Siti membandrol harga minumannya sama semua, baik minuman botol yang biasa dan dingin maupun minuman shacet. Siti menjualnya dengan harga Rp. 5000 rupiah. "Semua harganya lima ribu, kopi-kopi gitu juga lima ribu. Mineral mau yang dingin atau biasa juga lima ribu. Sebetulnya kalo yang di sebelah sana jual enam ribu. Cuma saya gak tega, biarin ah sedikit asal lancar." Ungkap Siti pada Kamis (13/7/2024)
Apalah daya Siti yang mendapat keuntungan tak seberapa dari hasil jualanya. Siti mengatakan kalau jualanya ramai sehari bisa sampai Rp. 400.000 itu pun saat weekend. Hari-hari biasa beda lagi, Apalagi jika hujan turun Siti harus terima dagangannya hanya laku sedikit. Paling-plaing Siti hanya mendapat uang Rp. 15.000. "Kalau malam minggu bisa empat ratus, kalo hari biasa gini kadang seratus lima puluh. Apalagi semalem dapet lima belas ribu, hujan to semalem." Ucap Siti.
Uang tersebut masi laba kotor, belum dikurangi modal. "seratus lima puluh itu masih kotor belum dikurangi yang lain-lain. Saya bayar sampah lima ribu sama bayar yang dorong gerobak dua puluh ribu." Tambah Siti. Untungnya pihak Kreton tidak menarik uang sewa kepada para penjual. Pihak Kraton hanya meminta uang sampah atau kebersihan sebesar Rp. 5000 per- hari.
Bergeser ke sisi deretan barat, terdapat salah satu penjual wedang ronde yang telah berjualan hampir 24 tahun. Purwanto (69 tahun) telah konsisten berjualan wedang ronde di Alun-alun Kidul sejak tahun 2000 silam. Dari yang harganya hanya Rp. 1.500 per porsi hingga sekarang naik jadi Rp. 10.000 per porsi. Usaha tersebut Purwanto warisi dari sang ayah yang terlebih dahulu membuka bisnis wedang ronde setelah sebelumnya mencoba berjualan bakso.
Purwanto selalu mangkal di Alun-alun Kidul dari yang awalnya berjualan di depan bangunan Sasono Hinggil Dwi Abad yang berada di sisi Utara. Sampai sekaran ini telah pindah lokasi di sisi barat Alun-alun. Dari yang masih sedikit orang berjualan sampai seramai sekarang. "Dulu jualan di depan gedung itu, di trotoarnya. Terus tahun berapa itu nggak boleh jualan di sana. Jadi dipindah ke sini. Dulu orang jualan juga belum serame sekarang. Paling orang jualann wedang ronde, jagung bakar atau juga nasi goreng." Jelas Purwanto pada Kamis (13/7/2024)
Purwanto mulai berjualan dari sehabis ashar sampai pukul dua dini hari. Ia menuturkan bahwa dirinya harus betah melek demi mencari nafkah untuk anak-anaknya. Â "Buka dari ashar sampe rata- rata jam 2. Jadi harus dikuat- kuatin buat menghidupi anak- anak, biaya sekolah biaya macem- macem." Ujarnya.
Perbedaan omset penjualan juga dirasakan oleh Purwanto. Dia menuturkan bahwa penghasilan saat weekend dengan hari-hari biasa pasti ada perbedaan. "Semua tempat pasti ada perbedaan, pasti ada peningkatan. Tapi ini dari awal tahun ini kayaknya daya belinya menurun banget, semua itu, nggak punya saya aja." Imbuhnya.
Walaupun telah berjualan puluhan tahun, nyatanya wedang ronde buatan Purwanto tetap laku sesuai pasarnya. Banyaknya makanan dan minuman viral yang baru dan kekinian, tak membuat Purwanto merasa tersaingi. Menurutnya semua makanan dan minuman baik yang tradisional maupun yang tengah viral memiliki pasarnya masing-masing.Â
"Semua itu ada pasar tersendiri, kalau yangn makanan- makanan viral itukan kebanyakan yang beli anak- anak muda, kalau satu rombongan itu banyak yang tua-tua itu pasti milihnya yang anget-anget gini, gak mungkin orang tua makan yang disana itu." Ungkapnya.
Selain dapat menikmati macam-macam kuliner yang tersedia, wisatawan juga dapat menyewa sepedabecak atau odong-odong yang dihiasi gemerlap lampu- lampu lucu. Untuk sekali putaran mengelilingi lapangan wisatawan di kenai biaya sebesar Rp. 35.000 rupiah dan Rp. 50.000 untuk dua kali putaran dengan kapasitas 4-5 orang.
Selain bisa kulineran sepuasnya dan menikmati hiburan-hiburan yang ada, secara tidak langsung para pengunjung telah membantu usaha lokal dan membantu menigkatkan perekonomian kota Jogja. Tunggu apalagi ayo dukung perekonomian daerah dengan mendukung usaha lokal yang masuk kategori UMKM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H