Tidak jarang masyarakat Indonesia, bahkan aparat penegak hukum, salah memahami bahwa minuman beralkohol (minol) tradisional adalah sesuatu yang legal untuk diproduksi, di Indonesia. Setelah melalui dan memenuhi serangkaian regulasi tertentu, minol tradisional merupakan bukanlah barang yang melanggar ketentuan hukum.
Meskipun legal di mata hukum, bukan berarti setiap orang bebas memproduksi minol tradisional. Terdapat banyak aturan yang dipersyaratkan seseorang diperbolehkan memproduksi minol tradisional tersebut. Hal ini bertujuan agar masyarakat, terutama pengguna minol tradisional, terlindungi dari produk-produk yang tidak memenuhi standar mutu yang dapat menyebabkan dampak negatif.
Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2014 menyatakan bahwa minuman beralkohol tradisional adalah minuman beralkohol yang dibuat secara tradisonal dan turun-temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.
Istilah minol tradisional bukanlah istilah yang dibuat oleh para aktivis dan pendukung peredaran minuman beralkohol belaka. Namun merupakan istilah yang secara resmi digunakan dan disebutkan secara eksplisit di dalam dokumen peraturan perundang-undangan di negara kita. Itu artinya, negara melihat hal ini sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan secara khusus karena terkait dengan urusan orang banyak.
Dalam hal ini, negara melindungi hak kelompok tertentu yang menggunakan minuman beralkohol sebagai sarana dan kelengkapan dalam melaksanakan adat istiadat dan upacara keagamaan. Namun sayangnya masih banyak yang menyamakan minol tradisional dengan ‘oplosan’ yang sama sekali berbeda.
Selanjutnya, peraturan ini juga menyatakan bahwa pembuatan minol tradisional melalui proses fermentasi dan destilasi maupun fermentasi tanpa destilasi. Mengingat beragamnya warisan turun temurun dari nenek moyang dalam memproduksi minol tradisional, pemerintah juga mengakui proses yang berbeda selama berbahan hasil pertanian dan hasil fermentasinya berupa etil alkohol atau etanol.
Sayangnya banyak yang menyamakan antara minol tradisional dengan ‘oplosan’ yang marak beredar dan mengakibatkan jatuhnya korban. Oleh karena itu, stigma sebagai “minuman racun” jadi turut merugikan citra minol tradisional yang sebetulnya legal dan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H