Dan...salahku sendiri akhirnya menyetujui permintaannya, batin Lana sedih. Salahku sendiri akhirnya menghilang begitu saja dari kehidupan Mas Budi. Kuputuskan hubungan kami hanya melalui percakapan singkat di telepon. Aku berkata sudah tidak tahan lagi menunggu proses perceraiannya yang berbelit-belit dan menolerir ketidaktegasannya untuk meninggalkan perkawinannya begitu saja untuk lari bersamaku. Dan yang paling parah, aku berbohong telah melakukan aborsi. Aku ingin bebas, tidak lagi terikat oleh hubungan percintaan tanpa masa depan yang jelas.
"Sudahlah, Bu Mia. Semuanya sudah berlalu. Saya juga turut bersalah karena terlalu gegabah mengambil keputusan menghilang begitu saja dari kehidupan Pak Budiman, menyepi keluar kota, lalu melahirkan anak dan menyerahkannya pada Ibu. Setidaknya Ibu sudah menepati janji untuk merawat anak saya dengan baik dan membiayai pendidikan saya di Beijing. Bisa dibilang ini win-win solution, tidak ada yang perlu disesali lagi. Maaf, waktu istirahat saya sudah hampir selesai. Saya harus segera mengajar lagi."
"Baiklah, Lana. Aku tahu kamu banyak pekerjaan. Cuma ada satu hal penting yang harus kuberitahukan kepadamu...."
Lalu wanita itu mengatakan beberapa hal yang membuat Lana cuma bisa termangu mendengarnya. Kemudian dia mengeluarkan selembar kartu nama berwarna kuning keemasan dan memberikannya kepada Lana yang masih merasa bagaikan bermimpi, tidak mempercayai apa yang barusan didengarnya.
Â
"Nomor ponsel pada kartu itu adalah nomor pribadiku yang hanya kuberikan kepada orang-orang tertentu saja. Silakan menghubungiku kalau kamu sudah siap bertemu dengan Amelia. Terima kasih banyak atas waktunya, Lana. Selamat siang."
Bu Mia membalikkan badannya meninggalkan Lana dan berjalan perlahan menuju pintu keluar. Begitu tubuh kurusnya menghilang di balik pintu, isak tangis Lana pun pecah. Tubuhnya sampai terguncang-guncang tidak sanggup menahan kepedihan luar biasa yang sangat menggores hatinya.
***
"Akhirnya kita bertemu lagi, Mas Budi," ujar Lana lirih. Dirinya sekarang berdua saja dengan kekasihnya di masa lalu. Dia bisa bebas memanggilnya dengan sebutan Mas Budi seperti dahulu kala. Masa-masa yang indah. Meskipun hanya berlangsung singkat, namun masih menggetarkan hatiku sampai sekarang. Sampai-sampai diriku sulit membuka hati untuk laki-laki lain..., batinnya nelangsa.
Lana sedang berada di depan pusara Pak Budiman. Bu Mia sengaja menunggu di dalam mobil yang diparkir tak jauh dari sana. Ia memberikan kesempatan pada gadis itu berduaan saja dengan mendiang kekasih hatinya. Biarlah dia mencurahkan segenap isi hatinya selama ini setelah berpisah begitu lama dengan Budi, batin janda Pak Budiman itu berbesar hati.
Budi, akhirnya aku bisa membawa Lana menjengukmu. Aku tahu selama ini dirimu tak pernah berhenti memikirkan gadis itu. Kehadiran Amelia-lah yang membuat hidup perkawinan kita lebih berwarna. Aku mengatakan telah mengambilnya dari panti asuhan demi meluluskan permintaanmu untuk mengadopsi anak. Dirimu mempercayainya begitu saja dan lambat-laun rumah tangga kita harmonis kembali. Bahkan ketika akhirnya di saat-saat kritisku aku mengungkapkan bahwa Amelia sebenarnya adalah buah cintamu bersama Lana dan betapa aku telah dengan kejam memisahkan kalian...dirimu tidak sedikitipun menyalahkanku. Kamu benar-benar seorang pria yang budiman, sesuai dengan namamu...