Mohon tunggu...
Soetrisno Bachir
Soetrisno Bachir Mohon Tunggu... -

Lahir dan besar di Pekalongan dari keluarga pedagang batik. Bapak yang NU dan Ibu yang Muhammadiyah. Menjadi manusia dan menjalani hidup adalah sebuah proses pencarian tujuan utama yang bernama Tuhan. Mudah-mudahan segala aktivitas yang saya jalani sekarang dan yang akan datang, selalu masih dalam kerangka proses pencarian itu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kebangkitan Nasional Antara Menutup Aib dan Menyingkap "Kegaiban"

20 Mei 2010   04:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:06 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah lebih dari seratus tahun kita memperingati Hari Kebangkitan Nasional sejak berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Saat itu mulailah para cerdik pandai bangsa ini berpikir keras dan berusaha mati-matian untuk memerdekakan dirinya dari belenggu penjajah. Segala upaya dilakukan sampai akhirnya pada 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia melalui Soekarno dan Mohammad Hatta mampu memproklamirkan kemerdekaannya. Proses dari sebuah gagasan untuk bersatu menjadi satu bangsa yang padu dan bersama-sama merebut kemerdakaan harus menunggu selama 37 tahun. Tentunya ini sebuah perjalanan yang panjang dan pastinya mengorbankan nyawa dan biaya yang juga tidak sedikit. Sebuah pengorbanan para pendiri bangsa yang semestinya kita teladani bersama.

[caption id="attachment_145945" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi/Admin (shutterstock)"][/caption]

Salah satu upaya untuk meneladani jasa para pendiri bangsa ini adalah dengan cara terus melakukan upaya yang bersifat perbaikan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Sayangnya fenomena yang terjadi belakangan ini kurang menunjukkan ke hal-hal yang demikian. Salah satu realitas yang nampak nyata adalah adanya kecenderungan untuk saling membuka aib orang lain untuk konsumsi publik. Fenomena ini terjadi hampir di semua elemen masyarakat. Baik di tingkat petinggi penyelenggara pemerintahan, alat negara, politisi, partai, organisasi massa hingga para pesohor yang bernama selebritis. Setiap saat kita disuguhi sebuah tayangan yang membongkar aib orang lain. Berita politik isinya saling memfitnah dan menjelek-jelekkan. Berita hiburan, yang ada adalah gosip murahan yang berisi perceraian dan perselingkuhan. Lama-lama bangsa ini bisa sakit. Membongkar kejahatan adalah mulia, namun kalau tujuannya hanya untuk saling menjelekkan jadi hilang kemuliaannya.

Rekonsiliasi sebuah Keharusan

Bangsa ini sudah terlalu letih untuk menyelesaikan masalahnya yang bejibun. Kita semua berharap agar jangan sampai masalah terus bertambah yang akhirnya hanya akan membebani generasi mendatang saja. Momen Hari Kebangkitan Nasional ini hendaknya bisa kita jadikan sebagai sebuah Gerakan Rekonsiliasi Nasional. Sebuah gerakan untuk saling memaafkan antar elemen masyarakat. Terutama para penyelenggara Negara, pembuat kebijakan dan para politisinya. Termasuk juga seluruh elemen masyarakat pada umumnya. Gerakan Rekonsiliasi ini diperlukan agar bangsa ini energinya tidak habis hanya untuk mengorek-orek kesalahan tanpa sempat berpikir jernih menghasilkan sebuah solusi yang jitu untuk mengatasi persoalan bangsa. Tidak ada dari kita yang tidak pernah melakukan salah di masa lalu. Biarkanlah kesalahan masa lalu itu menjadi catatan dan pelajaran masa akan datang. Dan apabila kesalahan masa lalu itu harus diselesaikan melalui hukum, ya segera diputuskan dan kemudian dimaafkan.

Sebagai sebuah bangsa yang mengaku bangsa relijius, akan lebih baik apabila lebih mengutamakan maaf daripada dendam. Rasulullah SAW dalam doanyapun selalu meminta untuk ditutupi aib diri dan ummatnya. Aib bukan sesuatu yang pantas dibawa-bawa ke muka publik. Kalau kita pandai-pandai menutup aib orang lain, insya Allah, Allah akan menutupi aib kita baik di dunia maupun di akherat. Gerakan Rekonsiliasi bisa dimulai dari menutupi aib orang lain dan memaafkannya.

Bagaimana kita mau maju kalau kita terus sibuk mengungkap aib orang laian sementara bangsa lain terus bergerak memperbaiki diri dan menyiapkan bangsanya termasuk sumber daya manusianya untuk terus berpikir kreatif, bertindak efektif membuat dan memproduksi barang dan jasa yang siap dikonsumsi dan digunakan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia. Indonesia yang punya segalanya harusnya lebih siap bersaing karena didukung manusianya yang tidak pernah kehabisan akal dan ide cemerlang serta limpahan kekayaan alam yang (mungkin) paling besar di dunia.

Bagaimana kita mau membangun bangsa kalau orang-orang cerdasnya dengan kemampuan kelas dunia tidak punya tempat di negeri sendiri. Para ilmuwan dan penelitinya lebih suka mencari kerja di luar negeri yang memang memberikan penghargaan lebih daripada berkarya di dalam negeri dan keadaan bangsa yang karut marut yang seperti tidak bermasa depan. Ini bukan soal nasionalisme atau patriotisme. Ini soal penghargaan. Kalau bangsa ini tidak letih karena bertikai untuk kepentingan jangka pendek, bangsa ini sangat berpeluang menjadi bangsa besar. Sangat bisa menyusun program jangka panjang untuk bangsa dan siap menampung dan memberi tempat untuk putera-puterinya terbaik yang dimiliki bangsa ini untuk berkarya membuat kemakmuran untuk bangsanya sendiri.

Marilah dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional yang sudah seratus dua kali ini kita peringati, kita melakukan Rekonsiliasi Nasional dengan melakukan hal yang paling sederhana yaitu, menutub aib orang lain dan mengungkap kegaiban. Mari kita coba pada diri sendiri untuk selalu berusaha menutupi aib orang lain. Kalau kita mampu menutupi aib orang lain, insya Allah, Allah akan menutupi aib kita. Kalau banyak dari kita yang menutup aib, insya Allah perjalanan bangsa ini akan lebih tenag, sehingga kita mampu mengungkap kegaiban. Kegaiban yang dimaksud bukanlah kegaiban yang berbau klenik atau perdukunan yang sering menjadi praktek sehari-hari di masyarakat kita. Kegaiban yang dimaksud adalah tanda-tanda alam yang telah Tuhan tunjukkan melalui berbagai fenomena alam. Menyingkap kegaiban berarti membaca tanda-tanda ilahiah di alam ini. Tuhan melalui alam selalu memberikan sinyal-sinyal untuk kita baca dan kita perhatikan. Kalau orang-orang dulu begitu bijak membaca tanda-tanda alam karena mereka mempunyai kesantunan dan kesalehan sosial, baik terhadap Tuhan, sesama manusia, dan juga pada alam sekitarnya. Kehidupan begitu harmoni. Masyarakatnyapun bekerja dengan hati, sehingga mampu menghasilkan karya cipta yang mengagumkan untuk bangsa.

Bangsa yang mampu mengungkap kegaiban juga bisa diartikan bangsa yang visioner. Bangsa yang mampu melihat masa depannya karena memang sudah mempunyai perencanaan yang matang untuk masa depannya. Masa depan bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dibuat dari sekarang. Tinggal kita mau atau tidak. Selama kita masih bergaduh dengan urusan aib orang lain, jangankan mikir masa depan, masa sekarang pun bisa tidak jelas.

Mudah-mudahan peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun depan tidak lagi sekedar seremoni yang membosankan yang diulang setiap tahun namun bisa membuat bangsa Indonesia berekonsiliasi menjadi bangsa yang bervisi untuk kemakmuran rakyatnya. Amien.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun