Cerpen  |  *Balada: Harga Sebuah Keserakahan*
DikToko
(Soetiyastoko)
Tampak dilayar televisi antrean yang seperti tak berkesudahan di di suatu pangkalan.
Siang itu terik. Asap kendaraan berbaur dengan suara klakson yang saling bersahutan. Di sebuah pangkalan gas di pinggiran kota, antrean mengular panjang. Puluhan orang berdesakan, berharap mendapatkan satu atau dua tabung gas melon bersubsidi yang kini langka.
Di antara mereka ada seorang nenek dengan tubuh ringkih, keriput di wajahnya semakin kentara diterpa panas matahari. Ia berdiri gemetar, satu tangannya berpegang pada troli kecil yang sudah usang.
Setia antre sambil menahan lapar, beras di rumahnya belum sempat matang  saat kompor mati sendiri.
***
Beberapa waktu yang lalu  sebelum gonjang-ganjing ini terjadi, di seberang jalan, sering tampak sebuah SUV hitam berkilat berhenti.
Seorang pria turun dengan santai, lalu melenggang ke arah pangkalan gas. Tanpa peduli antrean, ia berbicara sebentar dengan petugas SPBU distributor gas.
Beberapa lembar uang berpindah tangan, dan tak lama kemudian, dua belas tabung gas melon dimasukkan si pejual ke bagasi mobil mewahnya.
"Hei! Itu kan gas untuk rakyat miskin!" seru seseorang yang sedang mendorong gerobaknya.