Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Jejak Luka dan Cahaya Setan di Ujung Jalan

29 Januari 2025   11:38 Diperbarui: 29 Januari 2025   11:41 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen  |  Jejak Luka dan Cahaya Setan di Ujung Jalan

DikToko
(Soetiyastoko
)

Hujan turun dengan derasnya malam itu. Di sebuah rumah sederhana di ujung gang, Susan terduduk di sudut kamar, tangannya meremas ujung bantal, bahunya terguncang. Tangisnya tertahan di tenggorokan, matanya sembab. Dalam dirinya ada perasaan yang sulit dia uraikan. Rasa bersalah, takut, dan sedih yang bercampur menjadi satu.

Ayahnya, Pak Hasyim Ansyari, duduk di ruang tamu dengan kepala tertunduk. Kedua tangannya saling menggenggam erat. Istrinya, Ibu Aisyah Fatonah, memijat pundak sang suami, mencoba menenangkan. Namun, wajahnya sendiri penuh ketegaran yang dipaksakan.

Di tempat lain, dalam rumah besar dekat pintu masuk gerbang perumahan, suasana jauh berbeda. Rumah Pak Ahmad Zajuli, seorang penceramah agama yang dihormati, kini penuh ketegangan. Andre duduk di ruang tengah dengan kepala tertunduk. Lalu turun ke lantai  mencoba mencium kaki Ayahnya.
Amarah itu seakan mendikte Pak Ahmad untuk  terus berjalan mondar-mandir dengan wajah merah padam.

"Ini salah ibumu!" bentaknya, menuding istrinya, dr. Fatimah, yang berdiri dengan wajah letih. Andre tak kunjung bangkit dari sujud di depan ayahnya.

"Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu! Kau abaikan anak kita sampai dia jatuh dalam dosa besar!"

Dr. Fatimah tak membantah. Matanya basah, tetapi dia menahan diri. Dia tahu, suaminya mencari seseorang untuk disalahkan, bukan untuk memahami.

Sementara itu, Andre sang anak kesayangan, hanya bisa menelan ludah dan menangis.

Setiap hari, setiap waktu, sejak masalah itu tersingkap,  dia dibentak-bentak, disalahkan, dimarahi, dihakimi, bahkan oleh orang-orang di sekitar rumahnya.

Para tetangga berbisik di sudut-sudut gang. Berita tentang Susan yang hamil karena Andre sudah tersebar ke seluruh RW.

Hari itu, Hasan Sabirin, kakak Susan, datang bersama Pak RW dan Pak RT untuk meminta tanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun