Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia Menjadi Bebas ketika Menyadari Bahwa Dirinya Tunduk pada Hukum

8 Desember 2021   02:26 Diperbarui: 8 Desember 2021   02:30 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia  Menjadi Bebas, Ketika Menyadari Bahwa Diri nya Tunduk Pada Hukum

Oleh : Soetiyastoko

Seseorang memiliki kebebasan yang relatif lebih leluasa di negeri-nya sendiri.

Terlebih di kampungnya sendiri.

Hal itu tidak dia dapatkan saat di negara lain. Ada aturan-aturan tambahan yang diberlakukan kepada orang asing.

Namun seorang asing, juga punya kebebasan, sepanjang mematuhi aturan-aturan yang ditetapkan bagi orang asing.

Kalian, mungkin tergolong jagoan memacu mobil. Tetapi yang membuat dirimu bisa bebas berlalu lalang dijalan umum, adalah karena mematuhi aturan berkendara di jalan itu.

Kamu, bisa digebuki orang bila ngebut di gang-gang sempit. Padahal di jalan raya, kamu boleh memacu kendaraan-mu hingga 80 km/jam.

Malahan jika kecepatan-mu di bawah aturan yang ditetapkan, pasti kena penertiban. Di tilang.

Seseorang punya hutang kredit pemilikan rumah ke Bank, sepanjang dia patuhi, membayar cicilan setiap bulan. Rumah itu, pada akhirnya dia miliki sepenuhnya.

Namun, jika dia menunggak berbulan-bulan, pasti terusir dari kediamannya. Tempat tinggal itu disita Bank.

Mahasiswa dari perguruan tinggi yang amat ketat, proses seleksi penerimaannya. Tentu dia peserta didik pilihan, dengan kecerdasan di atas rata-rata.

Namun, jika saat ada ujian sering terlambat datang, karena kesiangan akibat sering begadang  di pos ronda, bersama kawan yang belum beruntung diterima kuliah. Hampir pasti, kecil baginya kemungkinan untuk lulus tepat waktu.

Bisa jadi, dia kena pinalti batas waktu belajar. Artinya terkena sangsi drop out / DO. 

Sama sekali bukan karena dia kurang cerdas, tapi tidak disiplin. Melanggar aturan.


Saya sedang menyetem gitar, ada aturan nada yang harus saya patuhi. Bila tidak patuh, suara gitar itu tidak mungkin harmonis.

Tidak bisa untuk mengiringi lagu, meskipun kamu jagoan main gitar.

Begitulah, hidup, ... kata para sesepuh yang "sudah kenyang makan asam dan garam kehidupan"

Mereka ada yang menyesali sesuatu yang sudah masa lalu.

"Andai saya dari kecil patuh pada aturan Ibu. Tentu di usia tiga puluhan ini, gigi-ku masih lengkap. Pasti masih bisa menikmati kenyalnya sate maranggi"

Sementara yang lain berucap, "Salahku dulu suka ngebut, jadi tak bisa lagi bermain musik. Tangan-ku, jadi cacat begini".

Paragraf-paragraf di atas, kelihatan, bagi sebagian orang masih tidak cukup. Untuk memaksa dirinya sendiri mematuhi aturan.

Dia menghendaki kebebasan tanpa batas. Padahal dia tahu, bahwa segala sesuatu di alam dunia yang ada batas-batasnya.

Kehamilan ada batas waktunya. Hidup ada batas waktunya. Sekolah ada batas waktunya. Makan dan minum ada batas yang bisa masuk dan dimasukan kedalam perut.

Bahkan kebebasan diantara orangtua dengan anak, atau, antara suami sah dengan istrinya, itu pun ada batas-batasnya.

Jadi kalau kamu mau bebas dan merdeka, ketahuilah batas-batasnya.

Dan, yang terpenting, sadari-patuhi.

Jangan mencuri, jangan korupsi. Supaya kau tetap punya kebebasan.

Berani nekad, pasti di bui.

Tapi, DikToko , tahu, ...
Kalian orang-orang tertib.
Pasti tidak begitu.

Selamat merayakan kebebasanmu, di ujung tahun ini.
***  

Pagedangan, 01:58, Rabu 8 Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun