Mohon tunggu...
soetirto menggolo
soetirto menggolo Mohon Tunggu... -

satu ditambah satu sama dengan 2

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketidakwarasan Ahok Menghina Plt. Sekda-nya Sendiri

29 Maret 2014   15:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:19 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan lalu ada berbagai pernyataan implisit Ahok memuji dan membanggakan Wiriyatmoko, Asisten Sekda Bidang Lingkungan Hidup, untuk diangkat menjadi orang nomer 3 di DKI, alias Sekda, setelah sebelumnya Fajar Pandjaitan mengundurkan diri dari jabatan prestisius tersebut, karena keengganannya, mungkin, dipimpin tokoh-tokoh yang penuh omong kosong di bidang administrasi pemerintahan.

Dibanggakannya pula kesamaan almamaternya dengan Wiriyatmoko di Universitas Trisakti.

Atas dasar itulah akhirnya, bersama Jokowi, Wiriyatmoko diputuskan untuk diangkat menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) Sekda DKI selama berbulan-bulan hingga sekarang, menentukan strategi-kebijakan Provinsi DKI.

Hari ini akibat sumbangan 30 bus dari pengusaha tionghoa, Ahok berpolemik dengan Wiriyatmoko.

Jika dikaji lebih jauh, alasan dari munculnya polemik ini sebenarnya merupakan sesuatu yang muncul dari bawah permukaan yang lebih besar. Sumbangan 30 bus adalah sepele dibandingkan dengan pertarungan yang sebenarnya tengah terjadi atas dasar sentimen kepentingan tionghoa Ahok dan pemilihnya dengan kebenaran lebih besar menyangkut pengelolaan pemerintahan yang sebenarnya justru berpihak kepada masyarakat.

Polemic Wiriyatmoko adalah polemic media massa.

Akan halnya hubungan antara atasan dengan bawahan, dengan Plt. Diartikan sebagai pengangkatan pribadi oleh Gubernur, belum definitive untuk diangkat oleh Presiden RI, polemic Ahok-Wiriyamoko seharusnya selesai di ruang tertutup.

Belum lagi ketidakwajaran panjangnya masa berlakunya jabatan Plt. Ini.

Ahok pada saat terjadinya Banjir dan Kebakaran besar yang melanda Jakarta dengan “rendah hati” malah menyambangi kantor Kompas grup, seperti tulisan saya sebelumnya. http://media.kompasiana.com/mainstream-media/2014/01/20/ngomongin-banjir-dan-mati-kok-di-kantor-kompascom--625960.html

Dan seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, dengan Jokowi atau Prabowo yang menjadi calon kuat, setidaknya di media maya, Ahok adalah pemenang actual dari semua pertarungan politik Indonesia saat ini.

Selanjutnya jika memang Ahok adalah Maha Benar dengan segala cocot baunya tersebut, dan semua kewarasan adalah salah, maka patut dipertanyakan apa maunya Ahok ini sebenarnya.

Solusi sederhana sebenarnya bisa saja dengan mudah dicabut Plt.nya tersebut atas nama Gubernur Provinsi DKI Jakarta.

Tapi dengan memunculkan isu ini ke media massa,untuk urusan birokrasi ini, apakah dengan mengangkat pedagang glodok atau pelosok Belitung timur menjadi Sekda nantinya atau mengangkat koruptor-koruptor tionghoa bajingan seperti Robert Tantular menjadi Sekda, Ahok akan semakin benar?

Sejalan dengan hinaan ahok yang mengatakan seluruh PNS DKI Jakarta, yang termasuk juga seluruh keluarganya, dari berita ini : http://www.rmol.co/read/2014/03/11/146924/Ahok:-Biar-Seluruh-Rakyat-Indonesia-Tahu-Pegawai-Pemprov-DKI-Gendeng- termasuk para siswa SD-SMA, yang diajar oleh PNS gendeng tersebut, termasuk juga orangtua murid yang mempercayakan anaknya untuk diajar oleh guru gendeng tersebut,  akan menjadi semakin jelas ketidak warasan Ahok mengenai Administrasi pemerintahan yang dijual kepada pemilih tionghoa yang notabene tidak pernah aktif dan tidak pernah mengetahui apapun mengenai birokrasi, bagi orang-orang berpendidikan yang tidak mau ditipu oleh bayangan di dunia maya yang justru tersudutkan untuk tidak aktif sekarang ini karena Ahok.

Dengan ketidak konsekwenannya melalui kasus Plt. Sekda ini, jika ketidakwarasan de jure adalah sesuatu yang adalah sebenarnya merupakan karakter Ahok, mungkin setelah ini akan dihinanya juga seluruh yang telah pernah mempercayainya dan dibanggakannya, sebagai kenyataan de facto di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun