Sumur Zamzam terletak di dalam Masjid al-Haram di Mekkah , Arab Saudi, 20 m sebelah timur Ka'bah. Menurut kepercayaan Islam umumnya, merupakan sumber air ajaib dan karomah dari Tuhan , yang dimulai ribuan tahun yang lalu ketika bayi Ismail anak Abraham (Ibrāhīm ) haus dan terus menangis. Jutaan peziarah mengunjungi sumur setiap tahun saat melakukan ibadah haji umrah, untuk minum airnya yang dianggap suci.
Asal Muasal Sumur Zamzam Menurut Sejarah Islam Tradisional
Menurut versi klassik dari ulama yang terdahulu dituturkan sebagai berikut:
Syahdan sumur Zamzam diturunkan kepada Hagar ( Hajar ), istri kedua Abraham [ 2 ] dan ibu dari Ismail, dengan kehendak Allah. Abraham meninggalkan istri dan anaknya di tempat di padang gurun dan berjalan. Dia putus asa mencari air untuk putranya yang masih bayi, tapi dia tidak bisa menemukan apapun, sebagaimana Mekah terletak di lembah kering panas dan gersang. Hagar berlari tujuh kali bolak-balik di panas terik antara dua bukit Safa dan Marwah , mencari air. Kehausan, kedua kaki bayi Ismail menjejak-jejak tanah, dan tiba-tiba memancar keluar air. 'Zam', 'zam', teriak Hajar kegirangan.
Menurut versi yang kemudian seperti dari M H Haekal, sejarawan dari Univ. Al Azhar:
Ismail sudah berusia remaja. Sesudah kehabisan air dan perbekalan, Hajar melihat ke kanan kiri. Ia tidak melihat sesuatu. Ia terus berlari dan turun ke lembah mencari air. Dalam berlari-lari itu - menurut cerita orang - antara Shafa dan Marwa, sampai lengkap tujuh kali, ia kembali kepada anaknya dengan membawa perasaan putus asa. Tetapi ketika itu dilihatnya anaknya sedang mengorek-ngorek tanah dengan kaki, yang kemudian dari dalam tanah itu keluar air. Dia dan Ismail dapat melepaskan dahaga. Disumbatnya mata air itu supaya jangan mengalir terus dan menyerap ke dalam pasir.
Anak yang bersama ibunya itu membantu orang-orang Arab yang sedang dalam perjalanan, dan merekapun mendapat imbalan yang akan cukup menjamin hidup mereka sampai pada musim kafilah yang akan datang.
Kedua versi di atas, bila diperhatikan, ternyata banyak membingungkan dan meragukan.
Beberapa keterangan mengatakan, bahwa kabilah Jurhum adalah yang pertama sekali tinggal di tempat itu, sebelum datang Hajar dan anaknya. Berarti bahwa lembah itu adalah semacam oase, dengan sumber air dan pohon kurma, sehingga memungkinkan mereka hidup dan beraktifitas. Dengan bertambahnya pemukim sumber air yang ada perlu dipelihara, digali dan diperdalam, dengan diperkuat batu-batu. Orang harus menggunakan tali dan ember untuk mengambil air yang permukaannya semakin dalam. Ada bukti foto lama dari Google yang memperlihatkan adegan itu. Menjual tenaga menimba air itulah yang mungkin dapat dikerjakan Ismail. Ia belum punya modal untuk ikut terlibat jual-beli barang dagangan.
Adapun sumur yang ditemukan dengan dikorek-korek itu, bila pernah ada, dapat disebut sumur rembesan dekat permukaan tanah, yang bila airnya mengumpul akan membentuk genangan atau kubangan yang dangkal.
Menurut para pakar bahwa dari sudut pandang hidrogeologi sumur Zam-zam secara tehnis hanyalah sumur gali biasa. Konon sumur ini pernah hilang selama berabad-abad, dan diketemukan kembali oleh Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW. Sedangkan kisah sebelum diketemukan (kembali) sumur ini banyak mengandung mitos serta metafora yang tidak mungkin dikaji dengan dongeng/ilmu geologi.
Menurut sebuah kisah: “Pada masa lalu, saat kesucian Masjidil Haram tercemari oleh kemusyrikan satu kabilah bernama Jurhum, sumur air zamzam itu pernah kering dan perlahan sumurnya tertutup. Sumur zamzam pun hilang selama beberapa abad lamanya. hingga akhirnya digali ulang oleh Kakeknya Nabi Muhammad SAW."
Versi lain menyebutkan bahwa hilangnya sumur karena peperangan antar suku.
..... Keadaan Bani Jurhum mulai suram di Makkah dan posisi mereka semakin terjepit. Seringkali mereka berbuat semena-mena terhadap para utusan yang datang ke sana dan menghalalkan harta di Ka’bah. Hal ini membuat murka orang-orang Bani Adnan, Bani Khuza’ah, serta suku-suku Adnan yang lain. Mereka menyerang Jurhum hingga dapat diusir dari Makkah. Maka Bani Khuza’ah berkuasa di sana pada pertengahan abad kedua Masehi.
Entah untuk apa maksudnya, sebelum Bani Jurhum terusir untuk selama-lamanya, mereka sempat-sempatnya mengubur berbagai macam benda berharga di dalam sumur itu yang umumnya terbuat dari emas: patung kepala kijang, pedang-pedang, koin-koin sesaji para peziarah, hajar aswad(!), kerudung Ka'bah, dsb.
Selanjutnya tidak dikisahkan bagaimana sulit kehidupan penduduk Mekah kehilangan sumur andalannya yang bahkan selama berabad-abad.
Malahan kemudian dikisahkan dengan adanya musibah itu dan seiring dengan perjalanan waktu keadaan Mekah jadi berkembang dan mempunyai kedudukan penting di seluruh jazirah, sehingga ia dianggap sebagai ibukota yang sudah diakui. Mekah bertambah kuat dan bertambah makmur. Demikian pandainya penduduk kota itu dalam perdagangan sehingga tak ada pihak lain yang semasa yang dapat menyainginya. Rombongan kafilah datang ke tempat itu dari segenap penjuru. Didirikan pasar-pasar guna menjalankan perdagangan itu.
Tetapi disamping itu orang-orang Arab masih juga selalu ingat dan bernostalgia berat kepada sumur Zamzam beberapa abad yang lalu. Menjadi harapan mereka selalu andaikata sumur itu masih tetap ada. Sesuai dengan kedudukannya selaku penguasa sumur Abd'l-Muttalib pun lebih banyak lagi memikirkan dam mengharapkan hal itu. Demikian kerasnya keinginan itu hingga terbawa dalam tidurnya seolah ada suara gaib menyuruhnya menggali kembali sumur yang pernah menyembur di kaki Ismail moyangnya dulu itu. Demikian mendesaknya suara itu bahkan dengan menunjukkan sekali letak sumur itu. Sampai akhirnya diketemukannya juga, yaitu terletak antara dua patung: Saf dan Na'ila.
Ia terus mengadakan penggalian. Waktu itu tiba-tiba air membersit dan dua pangkal pelana emas dan pedang Mudzadz mulai tampak. Sementara itu orang-orang lalu mau mencampuri Abd'l-Muttalib dalam urusan sumur itu serta apa yang terdapat di dalamnya. Sampai kemudian mereka berhasil mengadakan pembagian antara mereka.
Abd'l Muttalib meneruskan tugasnya mengurus air untuk keperluan tamu, sesudah sumur Zamzam dapat berjalan lancar.
Sekedar Informasi teknis
Sumur zamzam digali dengan tangan, mendalam sekitar 30 m (98 kaki) yang mendalam dan diameter 1,08-2,66 m (3 ft 7 in ke 8 ft 9 in). Awalnya air dari sumur tersebut ditarik melalui tali dan ember. Kemudian lama sesudahnya pompa listrik menarik air, yang tersedia di seluruh Masjid al-Haram melalui air mancur.
Secara hidrogeologi air di sumur berasal dari serapan curah hujan di Wadi Ibrahim, serta run-off dari bukit-bukit lokal. Tingkat air 3.23 m (10,6 ft) di bawah permukaan. Tidak hanya itu, pemerintah Saudi memiliki installasi penyulingan air laut terbesar di dunia yang hasilnya dapat memenuhi kebutuhan air minum seluruh negeri sampai ke kota-kota lainnya. Tidak mustahil air sulingan tersebut digunakan sebagai back up sumur Zamzam dengan teknologi yang canggih dan spektakuler. Indikasinya air zamzam yang tidak memiliki warna atau bau, bersifat basa sampai batas tertentu dan mirip dengan air laut .
Paling tidak umat Islam dan khususnya peziarah haji tidak akan perlu kuatir akan keringnya sumur Zamzam. Tetapi dengan saratnya teknologi spektakuler di dalamnya komunitas internasional belum atau tidak dapat mengakui sumur Zamzam sebagai keajaiban alam atau pun 'miracle'.
Wallahu alam.
Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H