Mohon tunggu...
Soetam Pandu
Soetam Pandu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Simpuh

9 April 2015   23:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:19 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ketika subuh, diantara surau-surau itu, diantara kesunyian ujung malam yang hening tiada bergema.

Usailah tatkala angin membawa dengung -dengung syahdu ayat-ayat suci yang menggema di angkasa raya. Menderu-deru, menyayat kalbu yang lalai dan pongah.

Tetibalah sekujur tubuhku bergetar, jiwaku hancur lebur, gelap dan nista. Oh, kalbuku membilur sesal.

Tak kuasa ku menahan tangis, air mata bercucuran tiada henti, menjadi hulu lautan penyesalan akan dosa-dosa yang telah lalu.

Aku terbuai..! Aku mabuk akan gemerlap dunia, laksana candu manis semu berhias kenikmatan palsu.

Oh, aku terkapar hilang bentuk, aku tak ubahnya bangkai yang hina, yang lupa akan tujuan asal penciptaan.

Ya Allah, masihkah maaf-Mu seluas tujuh samudera..? Astaghfirullahal’adzim..

Surabaya, 27 Desemeber 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun