[caption caption="Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Amber_Fort-Jaipur-India0019.JPG"][/caption]Pernah ke Tembok China? Bak ular naga panjang berkelok-kelok di perbukitan, masuk tujuh keajaiban dunia dan menjadi destinasi wisata sepanjang sejarah. Semua wisatawan negeri tirai bambu paham itu. Bila pernah ke Beijing, lalu ke Jaipur, Negara bagian Rajashtan India, pikiran kita pasti melayang ke great wall. Begitu juga sebaliknya. Ketika saya pertama kali ke Jaipur tahun 2002, lalu ke tembok China 2013, saya merasa ada koneksitas diantara keduanya.
Dari arah Gurkhaon memasuki kota Jaipur, kita pastinya sangsi melihat pemandangan gersang berkepanjangan. Apa yang menarik diantara batu cadas dan terik matahari, begitu yang terpikir. Kendaraan bergerak tertelan batu-batu cadas, mengikuti lekuk-lekuk jalan berkelok. Sejauh mata memandang hanya batu, batu, batu dan batu. Dan batu-batu itu adalah bagian dari benteng panjang berkelok, mengikuti kontur perbukitan, mengelilingi kota Jaipur. Sepertinya kita melihat ekor tembok China di perbukitan dan disekujur benteng Amber yang membentang.
Menurut KC Malhotra, guru besar di Indian Statistical Institute yang menemani ke Jaipur waktu itu, ketebalan benteng Amber itu mencapai enam meter atau 20 kaki. Benteng masih tampak kokoh dan sepertinya angkuh. Lokasinya 11 km di sebelah utara sebelum masuk Jaipur. Sebuah sisa kejayaan masa lalu yang sangat indah, dibangun oleh Maharaja Jai Singh II (1693-1743) seorang astronom, dengan perancangan matang untuk melindungi wilayahnya yang ada di pegunungan Aravalli.
Pada tahun1727 saat Dinasti Mughal pamornya menurun, Jai Singh II meninggalkan Amber, dan pindah ke istana di danau kering. Ia merancang sebuah kota yang dikelilingi tembok tinggi dan bangunannya berbentuk kubus mengikuti prinsip arsitektur Hindu asli Shilpa-Shasthra. Seluruh arsitektur kota termasuk jalan-jalannya dibangun mirip superblok. Bangunan inilah yang menjadi cikal bakal Kota Jaipur.
Pada tahun1728, Jai Singh II juga membangun Jantar Mantar, tempat penelitian astronomi, terletak tidak jauh dari kompleks Istana City Palace . Jantar Mantar ini pernah direnovasi tahun 1901, termasuk observatory terbesar dan paling baik perawatannya diantara lima lainnya di Delhi seperti Varanasi, Ujjain, dan terakhir Mutra yang nasibnya tak terselamatkan lagi.
Tentang warna terakota atau pink di Jaipur itu, tersebutlah Maharaja Ram Singh. Pada tahun 1876, maharaja menghendaki seluruh bangunan kota Jaipur dilabur dengan warna terakota, warna asli tanah Rajasthan yang memberikan suasana romantis. Ini dia lakukan sebagai tradisi keramahtamahannya dalam menyambut kehadiran Prince of Wales Raja Edward VII yang saat itu akan berkunjung ke Rajasthan. Sampai saat ini, 139 tahun kemudian, warna tersebut masih bertahan dan menjadi simbol Kota Jaipur.
Selain benteng Amber, Nahargarh, City Palace, Jamtar Mantar dan Hawa Mahal adalah penciri lain kota Jaipur. Dibangun tahun 1799 oleh Maharaja Sawaj Pratap Singh dan menjadi bagian dari kompleks istana raja yang dijuluki dengan “Istana Angin”.
Bagi penggemar akik dan batu mulia, Jaipur itu ibarat surga. India adalah salah satu penghasil batu mulia terbaik dunia selain Myanmar, Srilanka dan Thailand. Perdagangan akik dan batu mulia terkonsentrasi di pasar blok Johari. Sedangkan toko-toko eksklusif batu mulia yang menjamin keaslian ada di sepanjang Mirza Ismail Road. Umumnya tidak ada patokan harga baku, nilainya tergantung pada berat, kejernihan, potongan dan warna. Jangan lupa setiap membeli sebaiknya minta kuitansi dan sertifikat keaslian batu mulia. Penggemar batu akik, tunggu apalagi, silakan berburu sambil berwisata ke Jaipur. Sekalian membayangkan ekor tembok Cina. (SOE/2015)
* Penulis pernah lengkap menulis catatan perjalanan tentang Pink City di Harian Kompas 02 Juli 2002.