Mohon tunggu...
Ahdan Soeroso
Ahdan Soeroso Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Respect! Pengabdian Puan Maharani kepada Presiden & Negara Teruji

9 Februari 2017   15:37 Diperbarui: 9 Februari 2017   15:52 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: nasional.kompas.com

Sekali lagi, kita harus meyakini sebuah diktum klasik, bahwa “pemimpin tidak pernah jatuh secara gratis dari langit”. Artinya, ada proses dan perjuangan yang harus dijalani, sehingga ada kematangan kepemimpinan yang diperole dari perjalanan itu. Seni memimpin itu tidak mudah karena ia harus siap untuk menerima segala bentuk risiko, dengan tuntutan harus tetap bijak. Bijak bukan berarti harus “melempem”, tapi keniscayaan untuk tegas ketika diperlukan.

Itulah yang bisa kita maknai dari proses perjalanan Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), yang beberapa kali mewakili Presiden (ketika tidak bisa hadir) untuk memberikan sambutan; mengatasnamakan pemerintah. Ada berbagai respon dan tanggapan yang didapatkan Puan, karena meski secara tugas dan fungsi mewakili Presiden, tapi itu bukan jaminan untuk “gagah-gagahan”, bahkan mungkin akan mendapatkan tanggapan yang mengecewakan. Ada tanggung jawab yang besar untuk menyampaikan pesan dari Presiden, dengan segala konsekuensi yang akan diterimanya.

Tapi, apapun risikonya, Puan tetap “pasang badan” untuk Presiden jika dirinya ditugaskan untuk sebuah kepentingan bersama. Bahasa yang digunakan Puan ketika menyampaikan sambutan mewakili ketidak-hadiran Presiden pun adalah bahasa yang adem, sederhana, dan mudah dicerna, terutama ajakan kepada semua pihak untuk memahami kondisi Presiden yang tidak memungkinkan hadir sehingga terpaksa digantikan olehnya. Kata “terpaksa”, mengindikasikan kepentingan mendesak yang tidak bisa ditinggalkan oleh Presiden sebagai kepala negara, karena bagi Presiden mempunyai derajat, nilai, dan tujuan yang sama, yaitu untuk kepentingan bangsa dan negara, untuk kepentingan rakyat Indonesia tercinta. Sesederhana itu harusnya kita memahaminya.

Sebagaimana dikatakan sebelumnya, respon yang didapatkan Puan bermacam-macam, termasuk tanggapan yang “kurang apresiatif” didapatkannya ketika berpidato, mewakili Presiden, pada acara peringatan HUT ke-70 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Puan diseroraki (meminjam istilah yang dipakai oleh banyak media) dengan kata “huuuu”, ketika menyampaikan pidato atas nama Presiden. Lalu media pun ramai, bahkan term yang digunakan kemudian adalah “malunya”.

Tapi, sebenarnya, kalau pelan-pelan kita menilik dari perspektif yang berbeda, sebenarnya Puan adalah “pemberani”. Artinya, bagaimanapun respon yang didapatkan olehnya, itu adalah konsekuensi yang harus diterima karena dirinya harus selalu “pasang badan” untuk Presiden. Ia tetap bijak ketika disoraki, meski alasan utamanya adalah rasa kecewa karena Presiden tidak hadir, lalu “ditumpahkan” kepada Puan. Penggunaan kata bijak pun sebenarnya mempunyai cukup alasan, kenapa? Karena ia dengan tegas bisa memosisikan diri dan mengambil tempat sebagai “wakil” dari Presiden, yang bagaimana pun harus dihargai. Tegas ia sampaikan, kalau tidak bisa mendengarkan, ia tidak bisa melanjutkan.

Pada konteks inilah kita sebenarnya bisa melihat gaya kepemimpinan Puan yang adem tapi tegas. Gaya dan tampilan yang sederhana, tapi bisa tegas ketika itu berkaitan dengan “acuh” terhadap pesan presiden yang ingin disampaikan melaluinya. Lebih dari itu, kita harus melihat Puan sebagai sosok pelaksana tugas yang baik dari instruksi dan perintah Presiden, sehingga apapun yang akan terjadi, harus dijalani. Puan telah melakukan tugasnya dengan baik. Persoalan respon yang didapatkan tidak terlalu baik, itulah risiko yang harus ditanggungnya, tidak perlu mengeluh dan mencurahkan segala kecamuk rasa yang dirasakannya ketika itu.

Jadi, mari kita melihat lebih jernih, bahwa “sorakan” ketika ia menyampaikan pidato sebagai perwakilan dari pemerintah serta apa yang terjadi setelahnya adalah bagian dari tanggung jawabnya sebagai pembantu Presiden yang meniscayakan loyalitas tanpa batas, dan tentu saja sebagai proses pembelajaran dan pematangan sosok Puan sebagai politisi dan pemimpin yang tangguh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun