Mohon tunggu...
Suryo Waskito
Suryo Waskito Mohon Tunggu... Mahasiswa -

vvota

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tantangan Menjadi Job Seeker

1 September 2016   02:17 Diperbarui: 1 September 2016   02:30 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pasti diantara kita sering mendapatkan pertanyaan seperti ini "Setelah lulus nanti mau ngapain? mau kerja  kemana?". Tidak sedikit orang yang bingung untuk menjawab pertanyaan tersebut. Terkadang pertanyaan tersebut hanya dibalas dengan senyuman atau cetus menjawab "masih belum terpikirkan mau kemana". Ada juga yang sudah mempunyai angan-angan untuk ingin kerja di perusahaan A atau pun lanjut studi di perusahaan B dan lain sebagainya. Namun permasalahannya, apakah angan-angan tersebut bisa menjadi kenyataan.

Jaman sekarang susah mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Jangankan pekerjaan yang diinginkan, pekerjaan apa saja yang menurut orang bilang yang penting halal pun masih saja susah. Kebanyakan orang masih beranggapan kalau ingin kerja tapi tidak mempunyai kenalan orang dalam, akan sulit untuk diterima. Kenapa? karena akses calon pelamar untuk bisa masuk ke dalam suatu perusahaan tidak ada. Sekarang ini kebanyakan perusahaan menggunakan sistem lobbying. Dan siapa yang bisa me-lobby perusahaan jika tidak orang yang sudah bekerja di perusahaan tersebut. Ditambah lagi saingan yang dihadapi untuk bisa masuk ke suatu perusahaan tidak hanya satu atau dua, bisa saja puluhan bahkan ratusan orang saling bersaing untuk memperebutkan satu posisi. 

Hal ini bisa dilihat jika pernah datang ke jobfair atau event pencarian kerja. Jarang sekali suatu jobfair sepi pengunjung. para job seeker berlomba-lomba menulis surat lamaran sebanyak-banyaknya untuk ditujukan kepada perusahaan yang ada. Dan faktanya tidak sedikit dari mereka yang mendapat balasan di kemudian hari alias gagal administrasi. Menulis surat lamaran dan CV terkadang hanya menjadi pemanis usaha kita dalam memperoleh pekerjaan. Nyatanya banyak dari mereka yang tidak lolos kualifikasi atau sudah kalah dalam permainan lobbying. 

Selain itu, masih banyaknya orang baik yang belum mendapat pekerjaan juga menjadi pemicu para job seeker sulit mencari kerja. Siapakah orang baik yang belum mendapatkan kerja? Ialah orang-orang yang masih pengangguran namun mencoba berbuat baik dengan menawarkan pekerjaan kepada pengangguran lainnya. Kalau mereka lebih cerdas, klenapa mereka tidak memanfaatkan informasi lowongan tersebut untuk dirinya sendiri. Terlebih lagi, mungkin itu merupakan lowongan pekerjaan yang dia sangat inginkan. Lalu dengan menjadi job seeker kita menjadi pelit info?Tentu saja tidak. 

Memberikan info terutama lowongan pekerjaan harus didasari dengan kondisi kita saat ini. Jika kita sudah mapan dan merasa puas dengan pekerjaan kita, maka segala info pekerjaan silahkan disebar ke sanak saudara, teman dan lain sebagainya. Setidaknya dengan itu kita mengurangi tingkat kompetisi kita kepada teman sendiri. Tidak maukan hanya karena pekerjaan, hubungan persahabatan menjadi retak hanya karena orang yang satu diterima kerja dan yang satu tidak diterima. 

Disamping itu, pintar-pintar menutup diri juga penting untuk memuluskan apa yang diangan-angankan. Misalnya saja, jangan terlalu mengumbar perilaku atau aktivitas saat kita hendak melamar kerja. Seperti posting foto surat lamaran, buat status "otw tempat interview" dan lainnya. Buatlah status ketika sudah benar-benar dinyatakan diterima saja. Baru setelah itu, tugas selanjtnya membantu para job seeker untuk memperoleh info pekerjaan. Tetapi usahakan untuk memberikan informasi kepada orang terdekat entah itu saudara, teman bahwa ada lowongan pekerjaan di perusahaan X, misalnya. Agar memudahkan orang-orang terdekat untuk mendapat pekerjaan. Permasalahan info tersebut sudah menyebar luas dan banyak pula job seeker yang berminat itu sudah konsekuensi dari maraknya info lowongan kerja yang ada di internet. 

Hal yang penting adalah kita harus siap menerima segala kemungkinan yang ada. Persaingan itu pasti ada. Tinggal hanya bagaimana kita menyikapi dan mempersiapkan segala hal lebih matang lagi. Perolehan nilai IPK atau nilai yang lain yang tinggi bukan suatu ukuran baku bisa diterima kerja. Hal tersebut hanya akan membawa kita pada tahap adminitrasi saja. Untuk interview dan tindak lanjut setelah diterima kerja, hanya pengalaman dan softskill yang berbicara. 

*artikel di atas merupakan hasil diskusi antara penulis dan salah satu pejabat universitas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun