Mohon tunggu...
Surya Aditya
Surya Aditya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Piring Rakyat Kecil Tidak Boleh Kosong

3 Mei 2021   19:44 Diperbarui: 3 Mei 2021   19:56 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai ancaman dapat menyerang kedaulatan Bangsa Indonesia dari berbagai macam sudut. Tidak hanya serangan fisik yang mampu mencederai wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persoalan seperti problem pangan, ekonomi, dan kesehatan juga merupakan sebuah ancaman yang dapat meneror kedaulatan Indonesia. Mau bagaimanapun hal-hal substansial seperti pangan hingga kesehatan adalah hak setiap warga negara, di mana negara wajib menyediakan dan memenuhi kebutuhan warganya. Persoalan hajat hidup orang banyak ini tidak dapat disepelekan begitu saja mengingat Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia sekitar 270 juta jiwa. Kali ini Kajian Trending Dokter Marhaenis hari Rabu Malam tanggal 28 April 2021 akan mencoba membahas dan mengkaji bersama persoalan Ketahanan Nasional Bangsa Indonesia dari sudut pandang Pangan, Ekonomi, dan Kesehatan. 

PB Aryatmoko atau sering disapa Bung Moko merupakan pendiri kegiatan Ngaji Marhaenisme di akun Dokter Marhaenis mengatakan pendapatnya mengenai Ketahanan Nasional di bidang Pangan, Ekonomi, dan Kesehatan. 

Sebagai gambaran dan prinsipnya adalah seorang dokter, menurut Bung Moko menjadi dokter adalah profesi yang sombong. Karena pengaruh predikat dan peringkat jurusan kuliah favorit secara umum di mata masyarakat. Kesehatan tidaklah menjadi kunci menurut Bung Moko, sebab kesehatan tidak akan bermakna jika tidak ada pangan. Makanan yang mencukupi dan bergizi adalah sesuatu yang utama sebelum kesehatan. Tanpa ada pangan yang bergizi maka tidak akan ada yang namanya kesehatan. Selain profesi dokter, terdapat profesi yang lebih hebat yaitu adalah profesi yang berkaitan mengenai pangan. 

"Politisi yang sebenarnya adalah politisi yang tidak membicarakan mengenai politik" - PB Aryatmoko

Bung Moko mengenalkan buku Mustikarasa sebagai buku yang menjadi rujukan memasak aneka menu seluruh Indonesia. "Walaupun bentuknya sederhana, hanya berisi resep masakan Indonesia. Tetapi pada prinsipnya ini adalah politik pangan." kata Bung Moko ketika menjelaskan buku Mustikarasa. 

Marfuah Nurul Imania, Anggun Kumala Sari, dan Dian Nur Aisyiah sebagai peserta Kajian Trending Dokter Marhaenis (28/04/2021).
Marfuah Nurul Imania, Anggun Kumala Sari, dan Dian Nur Aisyiah sebagai peserta Kajian Trending Dokter Marhaenis (28/04/2021).

PERMASALAHAN PANGAN

Tidak akan dijumpai secara keseluruhan bahan makan atau bumbu asing asing luar negeri seperti minyak zaitun atau buah kurma di buku resep Mustikarasa kata Bung Moko. Menurut beliau dari maksud tersebut adalah dengan berpengan pada resep Mustikarasa, tidak perlu impor. Kalau resepnya berbahan baku luar negeri, maka bagaimana kita bertahan dengan bahan dalam negeri. Contoh saja resep gudeg nangka muda, terdiri dari nangka muda, ayam, telur, kelapa tua. Bumbu-bumbu terdiri dari bawang merah, bawang putih, sereh, kemiri, ketumbar, jahe, gula merah, garam. Tidak ada bahan baku luar negeri. Bukan berarti Bung Karno itu anti-impor, walaupun terdapat sedikit bahan baku dari luar negeri seperti gandum. Tetapi kalau semisal gandum menjadi makanan pokok kedua setelah beras, kita tidak memiliki sumber daya gandum, sehingga akan mengakibatkan kita ketergantungan dan akan membuat kita menjadi bahan baku impor. 

"Tidak ada masakan dari resep Mustikarasa Bung Karno yang tidak enak. Semua masakan rasanya enak" kata Bung Moko. 

Menurut Bung Moko kalau pangan kita berasal dari kita sendiri, tidak ada yang kurang dari diri kita sendiri. Walaupun setelah zaman Soeharto terdapat Jawanisasi masakan Indonesia, karena ada kepentingan politik. Contoh saja adalah di Madura, masih ada nasi dicampuri dengan jagung, agar tidak lepas dengan masakan daerah mereka, walaupun untuk pemanis masakan. Jagung akhirnya tidak menjadi makanan pokok orang Madura. Sulawesi terdapat sagu yang akhirnya tersingkir dengan beras. Begitu juga adalah di Papua sudah mulai ramai konsumsi dengan beras. 

Bung Moko berasumsi bahwa politik pinjaman ini terjadi dengan zaman Orde Baru. Sehingga daerah harus mengikut dengan pemerintah pusat sehingga terpaksa mengonsumsi dengan beras. Meskipun kita sempat swasembada beras walaupun cuma sekali aja akibat kebijakan politik tersebut. Tetapi sepanjang sejarah berikutnya tetap kembali impor beras. Politik pinjaman terjadi akibat hutang yang dipinjami oleh pemerintah pusat sehingga terdapat perjanjian di belakangnya. 

"Ketahanan Nasional adalah Kedaulatan berawal dari piring kita" mengutip dari perkataan Agus Kristianto selaku bakal calon Ketua Umum PA GMNI. Artinya adalah kedaulatan berasal dari apa yang dimakan oleh rakyat. Sebagai bangsa kita kaya akan resep, seperti yang ada dalam buku resep Mustikarasa. Ini adalah politik yang mengomongkan resep masakan, tetapi dampaknya besar sekali. Bukan politik yang hanya berkutat pada uang saja. Bung Karno tidak mengatakan mengenai uang, tetapi sesuatu hal yang bersangkutan dengan ekonomi, kemandirian dan kedaulatan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun