Film itu menceritakan toko buku bernama Pegasus Bookstore yang terus mencatatkan penurunan penjualan buku. Namun, para pegawainya tidak menyerah dan terus berinovasi untuk bisa mempertahankan nasib toko buku tersebut.
Namun, kisah di atas tidak terjadi di China. Pasalnya, toko buku di sana tetap disukai dan berevolusi menjadi gaya hidup.
Salah satunya, kombinasi toko buku dengan kafe ditambah tempat duduk santai, serta musik yang menghibur.
Bahkan, toko buku menjadi salah satu pilihan wisata turis yang berkunjung ke China. Ada yang sengaja transit 2 hari di China untuk mengunjungi toko buku di sana.
@Mentimoen pun menyebutkan, pemerintah China Utara membangun Shuba kecil di pantai. Jadi, pengunjung yang sudah puas berenang di pantai bisa membaca gratis di tenda kecil penuh dengan buku.
Ke Toko Buku untuk Menulis Buku
Menariknya lagi, toko buku di China menyediakan tempat duduk dan mempersilahkan pengunjung untuk membacanya.
@Mentimoen menceritakan, dia pernah berkunjung ke salah satu toko buku kecil di China yang bentuknya seperti rumah kuno. Toko buku itu menyediakan kursi dan sofa untuk mempersilahkan pengunjung membaca.
"Saya tertarik dengan deretan jurnal di raknya. Ternyata, itu adalah jurnal hasil tulisan pengunjung," tulisanya dari utasan Twitter.
Ide dari jurnal itu adalah terkadang ada pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain, tetapi sangat sulit untuk melakukannya. Keberadaan jurnal itu menjadi solusinya.
"Jurnal ditulis dengan tulisan tangan, identitas penulis, dan untuk siapa pesan itu ditunjukkan, serta waktu menulisnya," ulasnya dalam utasan di Twitter.
Harapannya, sang target khalayak bisa datang ke tempat yang sama di masa depan. Lalu, dia membuka jurnal itu dan membaca tulisan yang sudah ada sejak bertahun-tahun silam.