Mohon tunggu...
Ade'Yukie Soentanie
Ade'Yukie Soentanie Mohon Tunggu... pengarang -

pengarang novel Jalan Takdir, Nol Ketemu Satu. aktivis Himpunan mahasiswa Islam (HmI). kontak: 082193429719 email: Soentanie@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Beasiswa Miskin untuk Siapa?

24 November 2015   22:18 Diperbarui: 24 November 2015   23:15 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang hari itu kami sedang belajar pelajaran ekonomi. Saya salah satu murid yang paling bodoh dalam pelajaran ekonomi. Apalagi pelajaran matematika, saya menyerah, sebab tentang hitung-menghitung saya kalah besar. Tapi kalau saya disuruh mengarang cerita, puisidan lagu. Entah itu mau berapa banyak cerita, puisi dan lagu, saya akan selalu katakan YA! Saya Siapa!. Siapa saja akan sepakat bahwa setiap manusia memiliki kelebihan masing-masing. Dari kelebihan yang berbeda-beda itu, Tuhan kemudian meminta agar manusia satu dengan yang lain saling menghargai dan tolong-menolong. Dan pelajaran yang paling saya senangi adalah pelajaran bahasa indonesia. Saya sangat mencintai pelajaran bahasa indonesia.

Tapi saya sedih sekali. Waktu saya naik kelas dua SMA, di sekolah saya jurusan bahasa dihapuskan. Alasan yang saya ketahui dari teman-teman, bahwa jurusan bahasa, tidak hanya sedikit peminatnya. Ini kan menyedihkan sekali. Kemudian sekolah saya membuka jurusan baru, jurusan agama. Agama kok di jadikan jurusan? Baguslah kalau jurusan agama itu dibuka untuk melawan kezaliman yang merajalela di dunia ini. Tetapi sayang seribu sayang, di buka jurusan agama hanya untuk mencari nilai semata. Nilai apa? Nilai yang berangka tinggi. Saya sekolah di sekolah Kebaikan, tetapi setelah lulus dari sekolah Kebaikan baru saya merasa bebas dan merdeka.

Baiklah, sekarang saya tidak lagi membicarakan tentang sekolah saya. Soalnya kalau lama-lama saya bicara tentang sekolah saya, saya merasa mual dan ingin muntah. Maka dengarkan saya lagi, sebab saya akan membicarakan sesuai judul tulisan saya kali ini, BEASISWA MISKIN UNTUK SIAPA? Kalau kita perhatikan kalimat tersebut, tentu kita sudah mengetahui bahwa beasiswa miskin itu untuk orang-orang miskin, atau bahasa santunnya, orang-orang yang kurang mampuh. Kira-kira begitu. Tapi benarkah sudah beasiswa miskin untuk orang-orang miskin atau dimiskinkan? Saya masih ragu. Kemudian saya bertanya-tanya:

            Beasiswa miskin untuk siapa?

            Beasiswa miskin untuk siapa?

            Beasiswa miskin untuk siapa?

            Saya bertanya dalam hati sepanjang hari-hari... Tapi hanya dalam hati.

Lama-lama, kemudian saya baru menemukan jawabannya. Ya! Jawaban tentang beasiswa miskin untuk siapa? Waktu itu saya bertanya kepada wakil kepala sekolah saya sendiri. Sebelum saya bertanya padanya, saya sudah yakin bahwa jawabannya pasti! Beasiswa miskin itu untuk orang miskin. Dan pada akhirnya keyakinan saya itu terbukti dan saya kecewa dengan wakil kepala sekolah saya. Lalu saya menemui wali kelas saya. Saya bertanya sama seperti yang saya tanyakan dengan wakil kepala sekolah. Jawaban yang saya dapatkan dari wali kelas saya, sedikit ada tambahan. Katanya, beasiswa miskin itu untuk orang miskin, dan tidak hanya ada beasiswa miskin, ada banyak beasiswa yang diberikan kepada siswa-siswi yang sekolah. Ada beasiswa siswa-siswi yang berprestasi, pokoknya ada banyak beasiswa. Yang penting pintar-pintar saja kalau sekolah, biar dapat beasiswa, sampai ada beasiswa sekolah di luar negeri. Begitulah kata wali kelas saya.

Saya kurang puas dengan jawaban wakil kepala sekolah dan wali kelas saya. Kemudian saya langsung bertemu dengan kelapa sekolah saya di ruangannya. Saya melemparkan pertanyaan yang sama. Ya... Pertanyaan yang tadi saya ajukan kepada wakil kepala sekolah dan wali kelas saya. Dan pertanyaan yang saya dapatkan sama saja. Kepala sekolah saya menjawab dengan santai. Bahwa beasiswa miskin itu untuk orang miskin. Lah namanya saja beasiswa miskin.

Mulai saat itu saya tidak lagi percaya dengan kepala sekolah, wakilnya, dan wali kelas saya. Mengapa demikian? Cerita ini belum selesai. Mari akan saya mengajak-melihat-mengapa saya katakan bahwa saya tidak percaya dengan kepala sekolah, wakilnya dan wali kelas saya. Begini ceritanya:

Kalau memang benar apa yang dikatakan kepala sekolah, wakilnya dan wali kelas saya. Sekarang kita buktikan! Siapa sebenarnya yang keliru? Mereka bilang beasiswa miskin untuk orang miskin. Lho,  yang sekolah itu kan punya uang tentunya. Dan mereka mampuh makanya mereka sekolah! Kalau misalnya mereka tidak punya biaya sekolah, mana mungkin ada sekolah yang mau menerima mereka. Mereka orang-orang yang mampuh. Lalu kenapa kita mengatakan mereka orang-orang miskin? Miskin apa mereka yang sudah sekolah? Yaa... Kalau miskin hati, saya rasa mungkin saja. Sebab mereka yang sekolah tidak memberikan kesempatan untuk orang-orang yang miskin di luar sana mendapatkan beasiswa miskin mereka.

Mereka yang sekolah, mengambil semua hak-hak orang miskin. Jadi jangan salahkan mereka, kalau mereka setiap hari masih mengotori perempatan-perempatan lampu merah dengan meminta-minta. Kalau tiba malam hari, mereka beristirahat di pinggir-pinggir jalan. Kita jangan salahkan mereka. Bagaimana mereka bisa mendapatakan atau merampas hak-hak orang miskin itu? Mereka memanupulasi data diri mereka, dengan memiskinkan keluarga mereka. Mereka terlalu pandai menghitung sehingga membuat mereka terbiasa mengurang-ngurangi pendapatan orang tua mereka biar dapat beasiswa miskin. Memang benar apa yang selama ini sering mampir di telinga saya. Bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin pandai seseorang itu menipu untuk kepentingan individu.

Lanjut... Ada teman saya, dia mengajukan beasiswa mikin ke sekolahnya. Dan saya mencoba menasehatinya, tujuan saya ingin mencegahnya biar dia tidak jadi mengajukan beasiswa miskin ke sekolah. Tapi apa yang dia katakan dengan saya waktu itu, Jangan Sok Suci. Saya hanya bisa tertawa dan tersenyum manis. Kemudian esok harinya dia jadi mengajukan beasiswa miskin ke sekolah. Syarat-syarat untuk mendapatkan beasiswa miskin sudah lengkap dan dia tinggal mengajukannya saja ke sekolah. Waktu itu saya dimintanya untuk menemani, tetapi saya menolak. Dia merasa tersinggung, tapi mau bagaimana lagi. Setiap orang yang berani hidup harus memiliki komitmen.

Tunggu beberapa bulan kemudian, beasiswa miskin keluar. Wakil kepala sekolah masuk ke kelas memberitahu bahwa siapa saja yang berhak mendapatkan beasiswa miskin. Teman saya ini namanya ada dalam daftar nama yang berhak mendapatkan beasiswa miskin. Saya panas, emosi menjadi-jadi. Tapi saya mencoba untuk tenang. Dan nama-nama yang disebut itu rata-rata sering jajan di kantin, setiap minggu ganti-ganti sepatu dan tas, bahkan yang lebih parahnya lagi. Yang pulang pergi sekolah naik motor pribadi. Ini kan perlu di luruskan beasiswa miskinnya. Sebab yang mendapatkan beasiswa miskin adalah orang-orang yang cukup mampuh. Wallahua’lam.    

01 November 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun