Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Sepengaruh Apakah Kepala Desa Hingga Berani Mengancam Partai Politik?

4 Februari 2023   22:50 Diperbarui: 4 Februari 2023   22:55 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ribuan kepala desa melakukan demo didepan gedung DPR/MPR Jakarta pada 17 Januari 2023 menuntut perpanjangan masa jabatan. Foto : Nuonline.com

Penulis sendiri menganalisis bahwa kepala desa berani mengancam partai politik karena mereka merasa mempunyai basis suara didesa yang merupakan pendukung kepala desa terpilih pada saat proses pemilihan kepala desa (pilkades).

Namun yang perlu dipertanyakan apakah para pendukung kepala desa terpilih tersebut kemudian akan juga mau mengikuti arahan sang kepala desa untuk memilih calon tertentu dalam pemilu?

Jawabannya menurut penulis tentu saja tidak. Sebagian kecilnya mungkin saja iya, tapi penulis meyakini sebagian besar pendukung kades terpilih tidak akan mudah begitu saja mengikuti arahan dari sang kepala desa untuk memilih calon tertentu dalam pemilu, apalagi dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa jelas disebutkan bahwa seorang kepala desa dilarang terlibat dalam kampanye pemilihan umum, Pilpres ataupun Pilkada.

Itu artinya, jika memang ada kepala desa yang terbukti mengarahkan warganya untuk memilih calon tertentu dalam pemilu, hal tersebut merupakan sebuah pelanggan hukum yang dilakukan oleh kepala desa. Atas pelanggaran tersebut seorang kepala desa bisa dijatuhi sanksi administratif sampai dengan yang terberat adalah sanksi dinonaktifkan dari jabatan sebagai kepala desa.

Selain itu, seorang kepala desa terpilih dalam suatu pilkades juga tidak selalu sebagai peraih suara mayoritas di desa, tetapi sebaliknya justru sebagian besarnya kades terpilih adalah merupakan calon kepala desa peraih suara terbanyak dalam sebuau pilkades, oleh karena itu sangat mungkin justru suara dari para calon kepala desa yang kalah dalam pilkades adalah suara mayoritas dalam sebuah pilkades di desa.

Hal tersebut terjadi karena dalam pilkades memang tidak menganut sistem suara mayoritas 50 persen +1 seperti pada Pilkada DKI Jakarta atau Pilpres, tapi pilkades adalah menggunakan sistem suara terbanyak.

Jadi, dalam sebuah Pilkades yang diikuti oleh maksimal lima orang calon kepala desa misalnya, maka kepala desa dengan perolehan suara terbanyak dalam pemilihan kepala desa tersebut adalah merupakan kepala desa terpilih berapapun persentase perolehan suaranya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ancaman yang dilayangkan oleh oknum kepala desa kepada partai politik pada saat demo didepan gedung DPR/MPR Jakarta adalah sebuah ancaman yang sama sekali tidak mendasar dan hanyalah "gertak sambal" belaka.

Tujuannya jelas, yakni untuk memberikan pressure kepada partai politik agar menyetujui revisi terbatas terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa yang akan memasukkan klausal tentang perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun dalam satu periode masa jabatan.

Akhirnya, mengingat saat ini sudah memasuki tahun politik semoga saja partai-partai politik peserta Pemilu 2024 tidak terpengaruh dengan ancaman yang disampaikan oleh oknum kepala desa sebagaimana tersebut diatas dan dapat menelaah usulan kepala desa atas perpanjangan masa jabatan mereka dengan objektif dan mempertimbangkan segala masukan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang terkait.

Karena revisi atas sebuah peraturan perundang-undangan seharusnya tidak boleh dilakukan atas dasar pertimbangan politis semata, namun harus atas dasar pertimbangan yang objektif dan kajian-kajian keilmuan yang memadai dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun