Perdebatan soal pro dan kontra sistem pemilihan anggota legislatif di Pemilu 2024 antara sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup sepertinya masih akan terus menjadi perbincangan hangat publik hingga ada keputusan yang inkrah dari Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebagaimana diketahui MK saat ini sedang menerima gugatan dari beberapa orang yang mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
Menanggapi isu potensi berubahnya sistem pemilihan anggota legislatif di Pemilu 2024 akibat dari judicial reviuw UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut, partai-partai politik peserta Pemilu 2024 pun terbelah kedalam dua kubu, sebagian mendukung sistem proporsional terbuka tetap dipertahankan dan menolak pemberlakuan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 serta sebagian lainnya mendukung agar sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali pada Pemilu 2024 mendatang.
Kubu partai yang pendukung sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali pada Pemilu 2024 mendatang diantaranya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Sedangkan kubu partai yang menolak pemberlakuan sistem proporsional tertutup dan mendukung agar sistem proporsional terbuka tetap digunakan pada pada Pemilu 2024 diantaranya adalah Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Gerindra.
Salah satu alasan kubu partai yang mendukung digunakannya sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali pada Pemilu 2024 karena mereka menganggap bahwa sistem proporsional terbuka telah terbukti menyuburkan praktik money politics dan menguntungkan calon anggota legislatif yang mempunyai modal kekayaan yang besar meskipun si calon tersebut bukan kader internal partai dan secara kualitas berada dibawah rata-rata.
Sehingga akibatnya, kualitas para anggota legislatif yang terpilih menjadi rendah dan proses kaderisasi partai politik tidak lagi bisa berjalan dengan baik karena parpol lebih cenderung bersikap pragmatis dengan mencalonkan orang-orang non kader partai yang tidak berkualitas tapi mempunyai modal materi melimpah dan orang-orang dari kalangan publik figur sebagai calon anggota legislatif.
Sebaliknya, kubu partai yang mendukung sistem proporsional terbuka berpendapat bahwa jika sistem proporsional tertutup kembali digunakan pada Pemilu 2024 maka hal tersebut adalah sebuah bentuk kemunduran bagi sistem demokrasi di Indonesia.Â
Pasalnya pasca reformasi, sistem proporsional tertutup ini banyak dikritik oleh banyak kalangan karena dianggap menyuburkan praktik oligarki di tubuh Partai Politik di Indonesia.
Lalu jika dilihat dari sudut potensi terjadinya politik transaksional alias money politics, manakah dari dua sistem diatas yang lebih baik?