Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Potensi Politik Transaksional Dalam Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup

15 Januari 2023   23:33 Diperbarui: 15 Januari 2023   23:37 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perdebatan soal pro dan kontra sistem pemilihan anggota legislatif di Pemilu 2024 antara sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup sepertinya masih akan terus menjadi perbincangan hangat publik hingga ada keputusan yang inkrah dari Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebagaimana diketahui MK saat ini sedang menerima gugatan dari beberapa orang yang mengajukan judicial review atau uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka.

Menanggapi isu potensi berubahnya sistem pemilihan anggota legislatif di Pemilu 2024 akibat dari judicial reviuw UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tersebut, partai-partai politik peserta Pemilu 2024 pun terbelah kedalam dua kubu, sebagian mendukung sistem proporsional terbuka tetap dipertahankan dan menolak pemberlakuan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 serta sebagian lainnya mendukung agar sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali pada Pemilu 2024 mendatang.

Kubu partai yang pendukung sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali pada Pemilu 2024 mendatang diantaranya adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Bulan Bintang (PBB).

Sedangkan kubu partai yang menolak pemberlakuan sistem proporsional tertutup dan mendukung agar sistem proporsional terbuka tetap digunakan pada pada Pemilu 2024 diantaranya adalah Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Gerindra.

Salah satu alasan kubu partai yang mendukung digunakannya sistem proporsional tertutup diberlakukan kembali pada Pemilu 2024 karena mereka menganggap bahwa sistem proporsional terbuka telah terbukti menyuburkan praktik money politics dan menguntungkan calon anggota legislatif yang mempunyai modal kekayaan yang besar meskipun si calon tersebut bukan kader internal partai dan secara kualitas berada dibawah rata-rata.

Sehingga akibatnya, kualitas para anggota legislatif yang terpilih menjadi rendah dan proses kaderisasi partai politik tidak lagi bisa berjalan dengan baik karena parpol lebih cenderung bersikap pragmatis dengan mencalonkan orang-orang non kader partai yang tidak berkualitas tapi mempunyai modal materi melimpah dan orang-orang dari kalangan publik figur sebagai calon anggota legislatif.

Sebaliknya, kubu partai yang mendukung sistem proporsional terbuka berpendapat bahwa jika sistem proporsional tertutup kembali digunakan pada Pemilu 2024 maka hal tersebut adalah sebuah bentuk kemunduran bagi sistem demokrasi di Indonesia. 

Pasalnya pasca reformasi, sistem proporsional tertutup ini banyak dikritik oleh banyak kalangan karena dianggap menyuburkan praktik oligarki di tubuh Partai Politik di Indonesia.

Lalu jika dilihat dari sudut potensi terjadinya politik transaksional alias money politics, manakah dari dua sistem diatas yang lebih baik?

Penulis sendiri berpendapat bahwa dua sistem diatas sebenarnya mempunyai potensi yang sama untuk terjadinya politik transaksional atau money politics, hanya saja berbeda pada pola dan cakupan area lokus terjadinya praktik money politics.

Pada sistem proporsional terbuka, praktik money politics sering terjadi pada saat pelaksanaan Pemilu atau pada saat pemungutan suara antara sang calon anggota legislatif dengan para pemilih.

Modusnya, para calon anggota legislatif akan memberikan sejumlah uang kepada para pemilih dengan tujuan agar pemilih tersebut mencoblos sang calon legislatif yang memberikan uang pada saat pemilihan.

Sedangkan pada sistem proporsional tertutup, praktik politik transaksional sering terjadi pada saat proses penentuan nomor urut calon anggota legislatif.

Praktik transaksional tersebut terjadi antara sang calon anggota legislatif dengan para pengurus elit dari partai politik. 

Hal tersebut bisa terjadi karena dalam sistem proporsional tertutup, nomor urut calon akan sangat mempengaruhi peluang keterpilihan seorang calon anggota legislatif. Semakin kecil nomor seorang calon anggota legislatif, maka peluang dirinya untuk terpilih juga akan semakin besar.

Oleh karena itu dalam sistem proporsional tertutup, biasanya para calon anggota legislatif akan berlomba-lomba untuk memperebutkan nomor urut terkecil atau nomor urut satu di daftar calon anggota legislatif dari partai politik.

Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa potensi terjadinya politik transaksional atau politik uang sangat mungkin bisa terjadi pada sistem pemilihan anggota legislatif baik yang menggunakan sistem proporsional terbuka ataupun menggunakan sistem proporsional tertutup.

Baik dan buruknya kedua sistem pemilihan anggota legislatif diatas semuanya sangat bergantung pada tabiat dan kepribadian masing-masing dari sumber daya manusia para pelakunya.

Dengan kata lain, sistem pemilihan anggota legislatif apapun yang nantinya bakal diputuskan oleh MK untuk Pemilu 2024 mendatang sesungguhnya itulah yang terbaik untuk bangsa.

Harapan kita bersama, apapun sistem pemilihan anggota legislatif pada Pemilu 2024 nanti, semoga partai-partai politik, para calon anggota legislatif dan masyarakat kita semakin cerdas dengan  tidak melakukan serta menolak politik transaksional alias money politics dalam bentuk apapun.

Sekian dari Jambi untuk Kompasiana.
Salam politik santun!

Pematang Gadung, 15 Januari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun