Penggundulan hutan disekitar aliran Sungai Batanghari dan aktivitas penambangan emas ilegal alis PETI disepanjang Sungai Batanghari disinyalir menjadi faktor utama penyebab terjadinya degradasi air Sungai Batanghari.
Penulis jadi teringat hal inilah yang dipesankan oleh mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla saat mengunjungi Jambi dan meresmikan Jembatan Gentala Arasy pada tahun 2015 yang silam.
Saat itu Jusuf Kalla merasa prihatin karena melihat air Sungai Batanghari yang tampak keruh dan berwarna kuning pekat.
Tapi sepertinya  setelah tujuh tahun berlalu, harapan yang disampaikan oleh Jusuf Kalla  itu dan juga tentunya harapan dari seluruh masyarakat Jambi masih juga belum ada titik terangnya.
Selain soal Sungai Batanghari, akhir-akhir ini persoalan distribusi batu bara juga menjadi persoalan yang paling sering dikeluhkan oleh masyarakat Jambi, khususnya di daerah yang menjadi jalur perlintasan distribusi batu bara di Provinsi Jambi.
Kabupaten Batanghari menjadi daerah paling terdampak buruknya kebijakan pengelolaan jalur distribusi tambang baru bara yang ada di Provinsi Jambi.
Terjebak kemacetan selama berjam-jam lamanya adalah hal biasa yang harus dialami oleh masyarakat Batanghari dan masyarakat lain yang melintas di Kabupaten Batanghari.
Tak tanggung-tanggung, persoalan macet akibat banyaknya angkutan batu bara yang terjadi di Kabupaten Batanghari sampai-sampai menjadi berita hangat di media-media mainstream nasional.
Persoalan macet yang diakibatkan oleh distribusi batu bara ini semakin membuat miris karena rumornya income yang didapat Pemprov Jambi dari tambang batu bara tidak sepadan dengan kerugian yang harus ditanggung oleh masyarakat akibat kemacetan parah yang terjadi.
Dan sejauh ini sepertinya belum ada solusi konkrit jangka panjang yang bisa diberikan oleh Pemprov Jambi untuk mengatasi hal tersebut.