Sebagaimana dikutip dari harian Kompas.com, dalam sambutannya di acara HUT Partai Perindo di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, pada Senin (7/11/2022), Jokowi berujar "Saya ini dua kali Wali Kota di Solo menang. Kemudian, ditarik ke Jakarta, gubernur sekali menang. Kemudian, dua kali di pemilu presiden juga menang. Mohon maaf, Pak Prabowo, kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo".
Mengapa PDI-P seolah diam saja dan tidak mempermasalahkan manuver-manuver Jokowi tersebut?
Bahkan, sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia.com, Sekjen PDI-P, Hasto Kristianto menanggapi pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut calon pemimpin yang memikirkan rakyat adalah yang mempunyai kerutan diwajah dan berambut putih justru menganggap pernyataan Presiden Jokowi tersebut sebagai gimik politik semata.Â
Melihat sikap PDI-P yang terlihat pasif terhadap Jokowi tersebut, penulis menduga bahwa PDI-P sangat menyadari betapa krusialnya peran Jokowi pada Pilpres 2024 mendatang bagi PDI-P.
Sehingga, PDI-P sangat berhati-hati dalam menyikapi pernyataan-pernyataan kontroversial Jokowi soal pencapresan 2024 alih-alih memberikannya sanksi.
Sebab, jika PDI-P salah dalam mengambil sikap, bukan tidak mungkin Jokowi akan "mbalelo" dalam pemilu dan Pilpres 2024 meskipun dirinya adalah kader PDI-P.
Jika hal itu terjadi, maka tentu hal tersebut merupakan sebuah kerugian yang sangat besar bagi PDI-P.Â
Dan bukan tidak mungkin pula, mimpi PDI-P untuk menang hatrick di Pemilu dan Pilpres 2024 akan menjadi berantakan.
Meskipun bukan ketua umum partai dan tidak bisa maju kembali sebagai capres di 2024, Jokowi masih mempunyai jutaan basis massa pendukung yang sangat solid dan tersebar diseluruh wilayah di Indonesia.
Basis massa relawan pendukung Jokowi terdiri dari sekitar 80 simpul relawan dan merupakan masyarakat dengan berbagai latar belakang politik yang berbeda-beda.
Artinya, massa pendukung Jokowi bukan hanya kader dan pemilih PDI-P saja, tapi merupakan gabungan dari berbagai macam kader dan simpatisan lintas partai politik yang berbeda-beda.