Mohon tunggu...
Andi Kristiawan
Andi Kristiawan Mohon Tunggu... -

Saya bekerja di Yayasan Dinamika Edukasi Dasar Yogyakarta. Yayasan ini bergerak di bidang pendidikan. Yayasan DED Dibawah Keuskupan Agung Semarang. Saya bergabung dengan DED sejak tahun 2008.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Taat Adat di Tengah Tantangan

19 September 2013   09:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:41 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Judul Buku                  : Tiba-tiba Malam

Pengarang                   : Putu Wijaya

Penerbit                       : Kompas

Kota Terbit                  : Jakarta

Tahun Terbit                : 2005

Deskripsi Fisik            : 236 p. : 25 cm.

Putu Wijaya adalah satu dari sedikit pengarang Indonesia yang sangat produktif. Bukan saja dari aspek jumlah, tetapi juga dari sisi ragam dan jenis karya yang dihadirkan ke khalayak pembaca Sastra Indonesia. Seluruh genre sastra ia gulati, bahkan termasuk menulis naskah untuk film layar lebar dan televisi. Tak aneh dalam satu kesempatan, seorang esais-penyair sekaligus kiai seperti Emha Ainun Najib sampai berucap bahwa Putu Wijaya adalah sosok fenomenal dalam Sastra Indonesia.

Salah satu karyanya adalah novel dengan judul “Tiba-Tiba Malam” cerita ini tidak terlepas dari novel-novelnya yang lain, yaitu banyak bercerita mengenai adat Bali. Setiap novel menceritakan sisi lain yang berbeda. Dalam novel yang berjudul “Tiba-Tiba Malam” mengisahkan mengenai seorang gadis kembang desa yang bernama Utari menikah dengan seorang guru biasa yang bernama Sunatha yang akan merantau ke Lombok untuk mengajar. Di sisi lain, ada seorang pemuda kaya raya yang juga menyukai kembang desa (Utari) tersebut, yang bernama Ngurah. Hal ini memjadi bahan perbincangan diseluruh desa. Tanggapan kurang baik mengenai Sunatha sang guru ini pun mencuat ke masyarakat sekitar. Setelah pernikahannya berlangsung, Sunatha yang menjadi suami kembang desa langsung meninggalkannya untuk bertugas mengajar. Sang istri yaitu Utari dan kedua belah pihak keluarga mengantarkan sang suami ke pelabuhan.

Setelah Sunatha, sang guru manaiki kapal para keluarga kembali ke desa. Kejadian aneh terjadi ketika Utari sang kembang desa tiba-tiba berteriak bahwa dirinya telah di pelet. Hal tersebut terjadi di rumah mertua Utari dan kejadian tersebut mengegerkan para tetangga sekitar. Kedua keluarga yang telah berubah statusnya menjadi besan ini bertengkar mengambil langkah atas tindakan Utari tersebut. Mulai kejadian itu kehidupan Utari berubah. Ia akhirnya dekat dengan pemuda kaya yang bernama Ngurah, dengan dalih akan mengobati penyakit Utari pergi ke kota. Namun, kenyataan yang terjadi berbeda mereka saling mencintai hingga membuahkan seorang bayi.

Pihak keluarga Sunatha, tidak menyangka kejadian memalukan itu terjadi. Hubungan dengan keluarga Utari telah hilang. Di saat yang sama, Bapak dari Utari sikapnya berubah semenjak kedatangan bule dari Australia. Ia dipengaruhi untuk menjadi agen perubahan di desa dengan melanggar hukum adat yang berlaku. Warga desa marah atas tindakan Bapak Sunatha tersebut dan tidak lagi menganggap keluarga Sunatha itu sebagai bagian dari warga desa. Bahkan, istri dari Bapak Sunatha meninggal juga tidak ada yang membantu dan mayatnya pun tidak diterima warga untuk dikubur di tanah desa. Cerita ini sekilas menggambarkan bahwa adanya perselingkuhan yang dilakukan Utari dan perbuatan Bapak Sunatha dari suami Utari yang melanggar ketentuan adat karena hasutan bule.

Banyak cerita novel-novel yang mengangkat tema perselingkuhan yang dilakukan oleh pihak perempuan pada saat menjalin hubungan jarak jauh dengan suami. Entah karena memang itu merupakan sebuah realita sang pengarang atau yang sedang terjadi sekarang di masyarakat seperti itu. Hal tersebut bukan tanpa alasan, itu disebabkan beberapa novel Putu Wijaya seperti “Anna Kareninna”, “Dear John”, dan “Tiba-tiba Malam” yang mengangkat tema perselingkuhan wanita dan pria dengan kata lain pengarangnya itu sendiri hanya cerita rekaan belaka.

Hukum adat di Bali masih sangat kental, serta beberapa kata daerah yang dipakai oleh Putu Wijaya ini seolah menggambarkan realita yang ada. Dengan membaca buku ini, pembaca menjadi tahu berbagai macam budaya masyarakat pedesaan di Bali. Mulai dari tata krama, kebiasaan, dan aturan yang mengikat diantara masyarakat.

Pesan moral yang disampaikan dalam novel tersebut adalah bagaimana pentingnya menghormati adat istiadat suatu daerah mengingat sekarang banyak sekali orang-orang yang gemar meninggalkan adat dengan dalih zaman sudah berubah (modern). Cerita dalam novel ini tidak mudah ditebak sehingga pembaca harus membaca habis novel tersebut baru dapat memahami isi novel tersebut secara menyeluruh.

Wawasan budaya dan berbagai konflik yang terjadi dalam novel tersebut merupakan  pelajaran hidup yang dapat diambil hikmahnya. Pembaca mempunyai keyakinan bahwasannya novel ini akan menjadikan rasa takjub dan heran bagi orang yang menikmatinya.

Oleh Andi Kristiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun