Salah satu hal menarik dari perhelatan pemilu 2014 ini adalah munculnya banyak kejutan seperti yang telah saya tuangkan dalam tulisan saya sebelumnya. Kejutan itu tentu saja tidak lepas dari berbagai macam faktor pendukung. Nah, salah satu faktor pendukung itu adalah kemunculan Affecting Factor. Yang paling populer dari istilah ini adalah Jokowi Effect. Belakangan muncul juga Rhoma Effect. Lalu disusul kemudian oleh Prabowo Effect.
Logistic Effect
Harus diakui bahwa NasDem menghadirkan kejutan di belantara politik Indonesia saat ini. Hal ini terkonfirmasi dari perolehan suara signifikan yang diraupnya pada pemilu kali ini. Berdasarkan Quick Count (QC) Kompas, raupan suara partai ini ada di angka 6.7%. Nah, jika partai lain memiliki mengandalkan tokoh-tokoh tertentu dalam menggaet minat pemilih, maka NasDem tidak punya itu. Perolehan suara signifikan itu lebih disebabkan oleh Logistic Effect. Hal ini menjadi sangat beralasan melihat afiliasi parpol ini ke sejumlah media-media besar di tanah air.
Rhoma Irama and Rusdi Kirana Effects
Raupan suara sebesar 9.15% menjadikan PKB sebagai partai berbasis Islam terbesar di Indonesia kali ini. PKB berhasil menaikkan suaranya sekitar 2 kali lipat dibandingkan pemilu 2009 lalu. Siapa yang berperan? Ada dua "effect" yang memainkan peranan penting. Ada Rhoma Effect dan Rusdi Kirana Effect. Jika Rhoma memberikan peluang untuk menggaet suara melalui kepopulerannya, maka Rusdi Kirana mendukung pencapaian PKB ini lewat kucuran logistik yang memadai.
Kader Effect
PKS tidak memiliki ketergantungan pada tokoh tertentu. Sosok Anis Matta, Ahmad Heryawan dan Hidayat Nurwahid masih belum setenar sejumlah tokoh parpol lain. Namun, apa yang menyebabkan PKS mampu bertahan dari badai yang menerpanya selama setahun ini? Tidak lain dan tidak bukan karena Kader Effect. Effect yang satu ini memang tidak bisa dipungkiri menjadi pemicu utama eksistensi PKS di pemilu kali ini. Sistem kaderisasi yang kuat di PKS cukup menjadi alasan mengapa kader-kader PKS begitu militan dan punya semangat juang tinggi untuk memenangkan partai ini..
Jokowi Effect
PDIP sangat terhubung erat dengan istilah ini. Walaupun Jokowi Effect kurang ngefek di pemilu kali ini, namun tetap saja Jokowi Effect sangat terlihat jelas pada media-media pemberitaan. Harapan PDIP untuk meraup suara >30% dengan "memanfaatkan" Jokowi, ternyata tidak kesampaian setelah hasil QC memprediksi partai ini hanya mampu meraih 19.21% suara. Alhasil, koalisi harus tetap dilakukan.
Prabowo Effect
Gerindra menjadi partai dengan kenaikan suara yang sangat siginifikan yakni sebesar 7%. Walaupun didukung oleh logistik yang memadai, namun faktor utama yang menjadi dasar kenaikan ini adalah sosok Prabowo Subianto. Prabowo Effect muncul di sini. Ada apa dengan Prabowo? Sosok Prabowo merupakan antitesis dari sosok SBY yang dinilai plin plan oleh sebagian besar masyarakat. Sosok Prabowo dinilai tegas dan berani.