Mohon tunggu...
Sugiharto Telo
Sugiharto Telo Mohon Tunggu... profesional -

Menulis - dengan kemampuan ala kadarnya - selain advokat untuk rakyat ketjil yang papa. Belajar dari filosofi telo (ubi kayu), bertunas dan tumbuh meski di atas batu. Mengakui, jika "urip iku destiny"

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Aku Cuma Sahabat Ketjil

5 Agustus 2012   15:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:13 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku cuma sahabat ketjil, yang tak berarti
bukan sahabat besar, yang bisa diajak tertawa
dan bercanda di dept store, mall-mall, dan gedung dewan
aku cuma bisa sediakan tempat duduk kaki lima
saat kita diskusi soal negara yang mau kolaps
dan rakyat yang kelaparan
aku cuma mampu bayar secangkir teh tubruk
dan kopi bubuk tjap Kapal Api
bukan Esspreso atau Mocacino
saat kita diskusi soal para pemimpin negeri ini
yang jarah duit rakyat bermilyar-milyar
atau debat soal aparatur hukum
yang kerjanya kentuti aturan hukum
Aku cuma sahabat ketjil
yang tak punya seragam safari
boro-boro Mercy, Kijang picak kotak sabun
aku tak bisa beli
motor butut yang roda belakang gembung yang aku punya
kubawa ke sana kemari menghadiri
rapat-rapat rakyat atau aksi-aksi buruh
menagih janji cukong dan mandor
yang gemar naboki bokong buruh-buruh perempuan saat inspeksi
aku cuma sahabat ketjil,  yang aku bangga ;
aku bisa jumawa untuk bilang "TIDAK !"

Pekanbaru, 12 Agustus 2009



Ketika Uang di Kantongku Cuma Lima Belas Ribu


Ketika uang di kantongku

Cuma lima belas ribu

Aku mencangkung menatap wajah

Anak-anakku berlari di sela gerimis pagi

ketawa anak-anak yang tak pernah sepi

Sebentar lagi mereka lapar

Dan istriku selalu siap untuk menanak nasi

Tapi aku tak selalu siap

Menyediakan beras untuk menanak nasi

Aku raba kantongku

Lembar lima ribuan yang lepek dan kusut masai

Tapi, tiga lembar ini yang akan menyambung

Napas dan gerak lima nyawa hari ini

Tiga lembar ini yang akan menggerakkan usus dua belas jari

Bekerja menggiling, memilin karbohidrat

Tanpa gizi

Jangan tanya protein, mineral dan vitamin tetek bengek

Karna nasi saja, sudah anugerah jadi energi

Menggerakkan sikut dan sedikit sirkulasi

Darah ke otak untuk berpikir

Ah… berpikir?

Berpikir?

Apa yang bisa kupikirkan dengan seonggok daging kering?

Aku bukan politisi yang dilahirkan untuk pura-pura berpikir?

Ketika uang di kantongku

Cuma lima belas ribu

Berpikir bagiku bagai barang mewah

Berpikir menjadi kebutuhan tertier yang tak terlalu pusing

kupikirkan

Karena di gedung-gedung megah berkarpet merah

Sudah banyak orang berpikir atau pura-pura berpikir…

Dari memikirkan membangun jembatan

lima belas kilo meter

Sampai memikirkan bagaimana menjebak

Orang masuk penjara…

Dari memikirkan membagi komisi

Berjuta-juta hasil membangun jembatan

Lima belas kilo meter

sampai memikirkan bagaimana menguras

bertas-tas duit dari proyek yang cuma direka-reka

dari karut marut bagi-bagi rejeki bank Century

Sampai kencan golf dengan Sukesi

Ah… aku cuma bisa mencangkung

Dan manyun

Melihat dari televisi tetangga

para penjarah uang rakyat

duduk manis berargumentasi interaktif

atau mengumpulkan para pembuat berita

melakukan konfrensi pers

Mengatur negara dari seberang meja

Atau kongkow-kongkow dengan cukong-cukong

Di ruang-ruang sempit sambil nyanyi dan joget

Dengan penari streaptease

Ketika uang di kantongku

Cuma lima belas ribu

aku cuma bisa membayangkan sepiring nasi panas

dan hangatnya cinta istri dan anak-anak

meski cuma lima belas ribu, yang lepek dan kusut

tapi dari hasil keringat yang halal

dan bukan dari hasil korupsi

Pekanbaru,  4 Januari 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun