[caption id="attachment_23480" align="alignleft" width="300" caption="Seminar Advokasi Kesehatan"][/caption] Pelan, airmata menitik, gerimis. Ada sesak dalam hati. Bukan sedih. Tetapi rasa terharu yang begitu kuat memeluk jiwaku. Baru saja, seorang sahabat yang berada beribu mil dariku, mengirim pesan padaku,"joel---panggilannya untukku--. tulisanmu menambah semangatku yang akhir2 ini labil, dengan cobaan yang telah aku jalani selama ini --kamu tahu yang kumaksud-- aku masih jauh dari rasa syukur...semangat nulis ya!! Dan jangan lupa dishare ke aku." Membaca pesannya, aku merasakan diriku seperti api kecil yang tersiram bensin. Berkobar, ingin kubakar semua rasa sedih di hatinya, menjadi abu. Pernah kudapatkan penghargaan atas tulisan yang kuikutkan dalam sebuah perlombaan menulis. Tetapi kebahagiaan yang kurasakan dari pesan sahabat ini jauh lebih besar, menggunung. Ada rasa ingin untuk berlari, 'menggebrak' meja kerja Mas Is dan menarik pesawat yang membawa Kang Pepih ke Mekkah, untuk beritahukan:"Kompasiana ini telah menjadi obat juga untuk mereka (Vitamin K), menjadi obat yang lelah sampai ke mereka yang nyaris patah arang. Kembali bangkit. Menulis disini memberiku banyak inspirasi. Dan ternyata, meski aku menulis dengan tanpa bayaran dari siapapun. Kompasiana ini menjadi media untukku bisa kembalikan semangat seorang sahabat." Iya, ingin kuteriakkan kalimat itu ke mereka, sambil memeluk mereka dengan sepenuh cinta.
***
Sahabatku itu seorang pemuda yang memang cacat. Dia tidak bisa berjalan sempurna, dengan kaki yang kecil sebelah. Untuk berjalan, dia harus berjalan dengan sebuah tongkat yang tak pernah mengeluh dalam pelukan tubuhnya. 2007 menjadi tahun perkenalan dengan sosok luarbiasa itu. Aku menyebutnya luar biasa, karena dalam kekurangannya mengalami cacat seperti itu. Tetapi senyum yang ia kembangkan sangat indah, karena kuyakini keluar dari hati yang begitu bersih. Ia memiliki otak tak kalah cemerlang. Bahkan aku sangat merasa, ia jauh lebih cerdas dariku sendiri. Meski dia lebih muda, tapi aku sangat menyeganinya, figur muda yang memiliki nama Joe M Affandi. Beberapa diskusi dan seminar yang pernah kuikuti dengannya, terlihat sekali sosok muda ini begitu cerdas. Cara berpikir yang sistematis, kesantunannya membuat aku bangga bersahabat dengannya. Cacat fisik yang dimilikinya tidak menghalanginya untuk sejajar dengan intelektualitas orang-orang lainnya. Aku mengatakan luar biasa. Ia figur luar biasa. Ia tidak melihat cacat yang dialaminya sebagai kezaliman Tuhan, justru ia mensyukuri semua yang diberikan Tuhan. Bahkan saat sedang melakukan outbond di Kalinongko Kidul, Yogyakarta pada 2007 itu, ia juga tidak kalah tangguh dengan kami yang memiliki fisik lebih baik darinya. Hari ini, dia masih menapaki cita-cita dengan kekurangannya itu, semoga Indonesia ini masih mempu [caption id="attachment_23487" align="alignright" width="300" caption="Joe, yang Tak Pernah Lelah Berjuang"][/caption] hadirkan manusia-manusia yang mampu semangati orang-orang seperti Joe. Kamu luar biasa Joe. Kelak aku akan terus usahakan untuk bisa selalu dedikasikan tulisan-tulisan yang lebih berisi, semoga saja ada saudara kita yang lain yang bisa bangkit kembali. Tetap bisa berkarya didalam semua keterbatasannya. Sebagai manusia, sesekali memang ia merasakan sedih juga dengan kondisinya. Dan saat ia sedang mengalami kesedihan itu, ia sempatkan membaca tulisanku yang sebenarnya hanya tulisan renungan biasa. Tetapi, mendengar ia bangkit lagi setelah membaca tulisan itu, kebahagiaan terasa penuh menyusup dalam semua rongga yang ada ditubuh, menyenggamai jiwa. Kenikmatan batin yang terasa lebih nikmat dari semua nikmat yang pernah kurasakan. Bagiku, pesan Joe itu adalah Piagam Penghargaan yang termahal yang pernah kudapat, untuk kujadikan prasasti. Bahwa: tetesan fikiran yang dialirkan dalam parit-parit kata, juga sebuah hal yang sangat bermakna. Ia bisa mengalir ke hati. Ketika rangkaian kata itu dimanfaatkan dan ditujukan untuk menguatkan orang-orang yang membacanya.
***
"Joe...
Matahari itu dipandang remeh oleh mereka yang takut pada panas
Joe...
Jika panas itu sebagai kekurangan matahari, maka energi yang diberikan pada bumi adalah kelebihannya yang lebih tinggi dari kekurangannya. Kau juga bisa menjadi matahari itu, Joe !!!"
Kekuranganmu itu...Kau tetap masih sebagai manusia Joe !!!
***
Satu cita-cita itu telah tercapai, walaupun baru diakui oleh seorang sahabat yang jauh di mata itu. Dan cita-cita tercapai dengan menulis di Kompasiana ini. Media ini selalu mampu memberi ruh untuk saya terus menulis, dan semuanya bisa saya lakukan dengan sepenuh hati. Aku menyebut Kompasiana dengan Vitamin K ---------------------------------------------------------------------------------- Meulaboh,9112009 Terima kasih luar biasa untuk figur luar biasa: Mbak Mariska Lubis (yang selalu bisa menyemangati), Mas Bambang (yang menyebutku sebagai Sindhu muda), Bang Andy Syukri (pengompor semangat), Kang Pepih, Mas Is, Omjay, Mas Firman, Saenal (semoga kelak cita-citamu agar tulisanku dibukukan bisa dikabulkan Tuhan). Tgk Dr Jabir, Mbak LImatina, Cut Kak Meutia, Rathy, Iskandar Norman, Taufik al Mubarak, Mas Ibeng, Ogawa yang suka memanggilku dengan panggilan Suhu (panggilan itu semoga menjadi doa, Zaldy), Olivia (Peri Kecil yang Tercantik), Inge, Vira, Cindy, Ika, Abuga, Hadi dan sahabat-sahabat lain. Mereka semua selalu menjadi stimulan untukku tidak pernah lelah berpikir dan menulis disela-sela kegiatan mendampingi pembuatan Majalah Cerdas (Majalah remaja dampingan Lembaga KKSP Meulaboh). Aku ingin sampaikan juga terima kasih kepada guruku: Raymond Toruan, atas inspirasinya