Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soekarno Bicara Indonesia (Dialog Imajiner)

1 Januari 2010   20:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:40 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik Indonesia hari ini terlihat semakin marak dengan intrik, dengan persaingan yang tidak sehat, dan potensi perpecahan. Tidak ada indikator yang perlu untuk diangkat saya kira. Mengingat nyaris semua media selalu dengan rajin mengangkat kondisi aktual perpolitikan negeri ini. Bagaimana Soekarno melihat kondisi tersebut? Sebuah ritual tanpa mantera dan jampi-jampi, tidak disertai asap dupa dan kemenyan. Saya berhasil berdialog dengan founding father Indonesia tersebut. Assalaamu'alaikum, Bung. Wa'alaikumsalam. Kamu dari Aceh? Iya, bener, Bung. Saya asli Aceh. Baik, saya langsung ke tujuan, karena memang terkait Aceh, hari ini belum ada yang terlalu penting untuk dibincangkan. Nah, anda tahu seperti apa ranah perpolitikan negeri kita hari ini? Iya, jelas. Saya tahu sekali seperti apa kondisi negara itu hari ini. Maaf, anda mempergunakan kalimat "negara itu", berkonotasi kuat bahwa anda merasa jauh dengan negara ini. Boleh dijelaskan kenapa? Begini, pertama, saya akui iya, saya merasa jauh dengan negara itu. Saya tidak pernah merasakan negara itu sebagai milik saya, dan saya tidak pernah berselera untuk menyebut negara itu saya dirikan. Negara itu ada bukan karena saya. Juga bukan karena darah pahlawan semata. Cuma, saya merasakan kekecewaan karena beberapa alasan. Alasan ini menjadi alasan juga kenapa saya merasa jauh. Perhatikan saja, anda bisa mendeteksi, dari sekian juta mereka yang mengaku sebagai Bangsa Indonesia, berapa orang yang benar-benar mencintai negara itu? Itu yang pertama. Sedang selanjutnya, perhatikan lagi pada pemerintahan yang berjalan dari sejak Soeharto berkuasa sampai Yudhoyono. Apakah ada sebuah pertanda negeri itu sudah lebih baik daripada masa penjajahan? Ini yang membuat saya merasa jauh dari negara itu. Baik, bisa dipahami. Saya kira itu kembali pada bagaimana masing-masing pemimpin itu melihat republik ini. Dalam pandangan anda, adakah yang paling membahayakan eksistensi negara ini? Hm, sangat banyak. Potensi membahayakan itu jauh lebih banyak dari jumlah manusia yang hari ini masih bernapas di negeri itu. Kenapa itu bisa terjadi, tidak lain karena mereka semua sudah buta. Mereka hanya melihat perut dan bawah perut. Saya tidak perlu menyebut itu satu-persatu. Jelas, ini disebabkan perjalanan waktu dari beberapa orde setelah saya. Hitung saja jumlah menit dari semua periode pergantian pemimpin negeri itu. Dalam setiap menit itu bermunculan tidak hanya 1 kesalahan dan potensi membahayakan seperti yang anda sebutkan tadi. Setelah sekian puluh tahun, tidak ada satupun dari kesalahan itu yang terperbaiki dengan serius, bayangkan saja efeknya. Saya kira anda mengerti itu. Terus, dalam pandangan anda kasus Century yang mencuat itu seperti apa? Anda harus paham benar apa itu politik. Jangan terpaku dengan teori dan suguhan berita. Coba saja cerna dengan sepenuh rasa yang anda bisa. Karena logika tidak selamanya bisa menjadi instrumen satu-satunya melihat kebenaran. Saya tahu persis, persoalan Century itu merupakan sesuatu yang telah direncanakan jauh-jauh hari. Ini bagian dari intrik. Dan dalam hal ini saya tidak ingin menjadi penyebar fitnah dengan menyebut ini dan itu. Namun persoalan paling mendasar adalah berjalannya sebuah skenario yang memang telah dirancang. Bukan untuk menggoyang kepemimpinan Presiden negara itu yang sekarang. Tetapi bahkan negara itu ingin ditaklukkan. Anda tahu, perjalanan penjajahan itu tidak hanya terhenti hanya pada perang dunia kedua saja. Sejarah sudah mencatat berapa banyak penjajahan bersama perang beruntun lainnya yang tak bernama. Saya melihat penjajah itu, dalam konteks sekarang, ada 2 jenis pelakunya. Mereka yang mengaku nasionalis di koran-koran dan televisi, tetapi pada saat yang sama mereka [caption id="attachment_46854" align="alignright" width="300" caption="Lokasi wawancara bersama Soekarno (Fickar10)"][/caption] memantati republik itu. Tidak hanya itu, bahkan mereka melempar tinja ke kepala garuda yang menjadi lambang negara itu. Terjemahkan saja makna dari yang saya sebutkan itu. Kedua, mereka yang dari luar. Saya katakan, tidak ada negara luar yang tidak tertarik untuk memperkosa Indonesia. Mereka memainkan skenario sedemikian rupa untuk bisa mewujudkan birahi tersebut. Kolaborasi kekuatan kedua mereka menjadi sebuah ancaman yang paling membahayakan. Bagaimana menghindari ancaman itu, sedangkan kalian, tidak ada yang cukup cerdas membedakan kawan dan lawan. Apakah anda memiliki masukan, agar negeri ini bisa bangkit dan lepas dari keterpurukan. Dan ancaman seperti yang anda sebutkan itu bisa terhindari? Tidak ada solusi. Karena solusipun tidak akan pernah memberi pengaruh apa-apa. Selama kalian di sana masih menjadi pemuja berhala. Iya, kalian menjadi pemuja berhala. Buku-buku tentang langkah ideal membangun sebuah negara sudah berjuta-juta mereka kunyah. Tetapi hanya untuk memenuhi libido berkuasa, tidak untuk diimplementasikan guna membangun negara itu. Juga, mereka masih menerjemahkan pembangunan dengan banyaknya gedung-gedung megah saja, tetapi melupakan sama sekali persoalan mentalitas. Mental yang terbangunpun, jika ada, tidak lebih dari, kalau anda di bunuh anda harus berani membunuh. Mereka menggunakan filosofi banci untuk membangun negara. Tidak akan memberi pengaruh apa-apa. Demikian yang bisa saya sampaikan pada anda. Tidak ada yang terlalu penting untuk dibicarakan mengenai negara itu. Generasi mudapun lebih banyak mati di diskotik dan televisi. Sedangkan dulu saya berharap hanya pada yang muda, tetapi jaman sudah bergeser. Nasionalisme tinggal cerita yang tercantum hanya di buku-buku sejarah. Buku sejarah itupun lebih banyak dibaca oleh rayap. Apa lagi yang bisa diharap, tidak ada Baik, sebelumnya saya ingin ramalan anda sebagai Founding Father Indonesia. Berapa tahun lagi negara ini bisa bertahan eksis. Tidak lebih dari 5 tahun lagi. Katakan saja hal ini juga pada mereka

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun