Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sisi Lain Banjir Jakarta

16 Januari 2014   04:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:47 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13898204421524155818

[caption id="attachment_316114" align="aligncenter" width="562" caption="Halaman kecil dari banjir Jakarta (Gbr: Tribunnews)"][/caption]

Tenda-tenda berdiri bersisian dengan rel kereta api. Mereka mendirikan tenda-tenda darurat dengan hanya beratapkan terpal. Jarak tenda-tenda itu dengan rel hanya sekitar 100 sentimeter saja. Sangat dekat. Itu adalah satu potret kecil korban banjir yang terpaksa mengungsi di kawasan Kedoya Utara, di Jakarta Barat. Satu kawasan yang hanya berada beberapa kilometer dari tempat tinggal saya di Kampung Pluis.

Itu bukan tempat pengungsian resmi yang diatur oleh pemerintah DKI Jakarta. Terbukti, belakangan sekitar Rabu (15/1), tenda-tenda itu terpaksa diruntuhkan oleh pihak kelurahan. Alasannya, pihak Kereta Api Indonesia (KAI) menilai itu bukan tempat aman, sewaktu-waktu risiko tak diinginkan bisa saja terjadi.

Apakah itu terjadi karena pemerintah tidak menyediakan tempat lebih layak untuk mereka mengungsi? Selidik punya selidik, pihak kelurahan sudah menyediakan satu posko pengungsian yang berlokasi di tempat lebih aman di salah satu Sekolah Dasar di kelurahan yang sama.

Sebelumnya, tak kurang dari 50 KK menjadi penghuni pinggiran rel kawasan itu. Potret itu adalah drama kecil dari banjir yang terjadi tak lama setelah penduduk se-Jakarta merayakan tahun baru di Bundaran Hotel Indonesia yang membuat kawasan itu banjir pengunjung.

Tak lama setelah sepekan perayaan tahun baru yang diadakan besar-besaran itu, banjir besar kembali datang bertandang. Seakan menghapus kegembiraan yang baru saja dirayakan.

Banjir bukanlah cerita baru bagi masyarakat Jakarta. Saban tahun, bencana itu kerap datang. Tapi masalah bukan hanya banjir itu saja, tapi juga lagi-lagi masalah manusia yang terkena banjir.

Belum lama, Basarnas yang merupakan badan nasional untuk bantuan bencana mengabarkan, penduduk Kampung Melayu dan Kampung Pulo di belahan Jakarta Timur menolak untuk dievakuasi. Dikuatkan dengan wawancara beberapa  media elektronik yang menanyakan kenapa mereka enggan untuk meninggalkan rumahnya, sementara banjir kian meninggi?

Dengan wajah polos, seorang lelaki muda yang duduk di lantai atas rumahnya berujar, "Kami sudah terbiasa dengan banjir ini. Mau bagaimana lagi? Dari dulu juga sudah begini!" Menariknya, warga yang diwawancarai itu masih bisa tersenyum semringah. Meski tak mudah untuk bertahan di tengah banjir, sepertinya warga tersebut nyaris tak lagi terbeban dengan bencana tahunan tersebut.

Di pihak lain, terdapat pula beberapa masyarakat yang saat diwawancarai oleh pihak televisi menyampaikan alasannya, meski terlihat polos namun masuk akal, "Jika kami meninggalkan rumah, akan berisiko saat kembali nanti akan banyak yang hilang, disatroni maling."

Tentu saja, mereka serba salah. Satu sisi mereka tentu ingin untuk mencari tempat yang lebih aman untuk keluarganya, tapi situasi yang sudah sangat akrab dengan mereka sudah mengajarkan banyak hal. Pikir tinggal pikir, bertahan di rumah sendiri jauh lebih baik daripada dievakuasi meski itu dengan alasan untuk menyelamatkan nyawa mereka dari risiko yang lebih besar daripada sekadar kehilangan harta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun