Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Negeri Chupacabra

25 Januari 2010   13:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:16 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_60843" align="alignleft" width="300" caption="Jangan sampai darah habis, nasi habis, beras habis. Baru mencari cara koruptor bisa habis (Fickar. Gbr: Tgk Google)"][/caption] Chupacabra makhluk yang tidak dikenal, membunuh serupa hantu, ia tidak dikenal wujud fisiknya. Orang-orang hanya menduga-duga, ia drakula. Orang menduga ia sejenis serigala. Orang menduga ia adalah para arwah buta. Cupacabra itu juga adalah judul catatan untuk sebuah negeri yang hanya terletak di tengah peta dunia. Tetapi sudah tak bisa di raba. Tak bisa diraba dengan tangan-tangan kejujuran dan ketulusan. Dan negeri itu berisi begitu banyak manusia frustasi. Kukira itu bukan karena soal periuk nasi. Tetapi, lebih karena masturbasi dalam orasi dihadapan orang-orang tuli. Di negeri itu, orasi tidak menjadi peti mati untuk politisi. Juga menjadi bahan pelajaran yang cukup digemari oleh rakyat untuk lebih mudah mendapatkan sepiring nasi. "Apa hubungannya orasi dengan sepiring nasi?" Tanya  orang-orang tolol sepertiku. "Iya, dengan orasi yang terkuasai, yang menjadi sabda bijak bestari. Bisa disulap para peri menjadi bulir-bulir padi, menjelma seketika menjadi nasi." Dan orang-orang yang hanya bisa menutupi kebingungan dengan puisi, seperti aku sendiri, hanya bisa mencoba mencerna dengan ginjal-ginjal imajinasi. Tetapi teryakini masih lebih jeli, lebih berseri daripada hanya duduk berdiam diri dengan mimpi yang sering tidak mengizinkan tercantum kata "realisasi," begitu aku mencoba membela diri. Bersama mereka yang berwajah tak seelok peri.

***

Beruntung keberadaan Chupacabra yang masih menjadi misteri. Setidaknya, menambah kerja untuk polisi dan mereka yang berada di institusi perukyah korupsi. "Kenapa rukyah? Kan itu untuk mengusir Jin Pari?" Kembali tanya orang-orang goblok sepertiku. "Iya daripada hanya bernyanyi, dengan lagu-lagu berisi cerita banci." "Lha, kok jadi meremehkan banci lagi?" "Ah, kau terlalu banyak tanya." Terbungkamlah. Tak ada lagi mulut terbuka. Saat orang-orang yang telah dikultuskan sebagai manusia cerdas membakar antologi-antologi puisi. Chupacabra kemudian entah menjadi apa. Mungkin saja ia hanya setitik duri. Karena memang mata lebih mencintai tidur dan bermimpi daripada terbuka melihat matahari. Maka kemudian Cupacabra hanya teraba-raba saja, sama sekali tidak terkenali. Kemudian rakyat kian banyak mati setiap pagi. Tanpa sempat melihat matahari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun