Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Miyabi, Welcome to Indonesia

28 November 2010   13:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:13 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_77555" align="alignleft" width="300" caption="Miyabi bersama Zaki Zimmah dalam satu film terbaru produksi Maxima saat sedang syuting di Bogor (Gbr: Vivanews)"][/caption] Bi, boleh aku panggil saja kau begitu? Oke, selamat datang ke negeri ini, Indonesia. Negara terbesar yang menyukai film porno. Tempat sebuah bangsa yang kerap secara diam-diam mencari-cari foto dan vidiomu. Selamat datang, Bi. Kau memang sangat cantik dengan kulit berwarna putih yang membuat kepalaku malah tidak bisa benar-benar putih ketika melihat wajahmu di internet. Padahal Tuhan menciptakan rambutku saja dulu yang berwarna hitam, tetapi melihat bening kulitmu benar-benar membuat otakku sewarna dengan rambut. Apakah kemudian aku ingin memaki dirimu di sini? Memaki dengan tuduhan bahwa keberadaan dirimu di dunia ini yang membuat otakku menjadi sama hitam dengan rambut di kepalaku? Tidak, aku tidak akan melakukan itu. Bukan karena alasan apa-apa, Bi. Tapi karena kukira bahwa yang menjadi penyebab otakku ikut berwarna hitam seperti itu justru bukan karenamu. Kesalahanku sendiri yang awalnya sekadar bisa melihat mukamu seperti apa, tetapi kemudian malah menatap sampai lama begitu. Malam ini, aku beroleh kabar, kau sedang berada di Bogor. Sebuah tempat yang tidak terlalu jauh dari tempat sekarang aku berada di Jakarta. Sekitar 2  kali naik angkot, mungkin aku sudah berada di tempatmu sekarang sedang syuting film hanya dengan ongkos sekitar 5 ribu saja. Nah, di sini, Bi. Di sini yang aku ingin sorot. Yang aku ingin maki. Tetapi tetap bukan dirimu. Bangsaku saja yang ingin kubentak-bentak dan kumaki-maki. Memaki dengan segala yang bisa kumaki, termasuk menyebut nama binatang yang diujung namanya juga berbunyi "bi". Agar mereka benar-benar bisa tahu diri. Bayangkan, kau cuma dengan melenguh-lenguh saja bisa mendapat uang jutaan hanya dalam beberapa menit. Sedang rakyat di negeri yang sedang kau sambangi sekarang, untuk mendapat beberapa rupiah saja terkadang harus berkelahi terlebih dahulu sampai gigi rontok. Sebagian lainnya malah ada yang harus mati dibakar karena ketahuan mencopet. Padahal orang tersebut mencopet karena ia memang tidak lagi bisa berpikir bagaimana ia bisa mencari sekadar beberapa rupiah untuk memenuhi harapan sekian cacing dalam perutnya. [caption id="attachment_77559" align="alignright" width="300" caption="Salah satu adegan yang diperankan Miyabi dalam film Indonesia yang sedang dalam masa garapan itu (Gbr: Vivanews)"]

1290952915897743400
1290952915897743400
[/caption] Aku tidak tahu, Bi. Mengetahui kau sedang berada di Indonesia. Aku teringat dengan pelajaran yang pernah kuperoleh dari beberapa buku lecek yang kumiliki yang berbicara tentang agama dan ketuhanan. Di sana disebutkan, meski manusia bisa berusaha. Namun, pada sejatinya semua gerak berada di bawah kendali Tuhan. Nah, kalau berangkat dari logika itu, aku menduga keberadaanmu di negeri ini juga digerakkan Tuhan. Mungkin, Tuhan ingin menyindir kami dengan membawamu ke sini. Menyindir sekaligus membuka tempurung-tempurung kepala kami yang sebenarnya. Bahwa yang lebih dipedulikan bangsa ini memang tidak jauh-jauh dari selangkangan. Menjadi politikus, membungkus banyak hal agar tidak terlihat rakus, lalu malamnya terbaring di perut pelacur. Menjadi pekerja, siang hari memperlihatkan diri sebagai pejuang pencari nafkah yang giat, tetapi peluh saat mencari nafkah itu terlupakan dan tergantikan dengan peluh yang bercampur dengan seorang perempuan penjaja tubuh yang berdiri di pinggir jalan. Perempuan yang kusebut terakhir ini pasti diam-diam berdoa agar bisa sepertimu. Mengangkang di bawah tindihan banyak lelaki, tetapi tidak terlalu dihina. Malah bisa diundang untuk bermain film, sepertimu, Bi. Aku sudah tahu apa yang bisa kubicarakan di sini. Tadi ingin memaki bangsaku, justru kemudian terpikir untuk tidak kulakukan. Alasannya sederhana saja, menyambut tamu sepertinya lebih berpahala. Oya, meski aku tidak bisa mengundangmu ke rumah agar bisa suguhi Kopi Aceh untukmu tetapi sepertinya aku tidak perlu malu lagi untuk berucap: Miyabi, welcome to Indonesia. Dan terima kasih, kehadiranmu lebih memperjelas wajah dan perut bangsaku. Semoga betah di sini. Amien

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun