Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Membakar Buku-buku Filsafat

29 Oktober 2009   20:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:29 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Seorang Lelaki Tua terlihat sedang membakar buku-buku di tungku yang ia letakkan di ruang tamu rumahnya. sebuah rumah yang dimataku layak disebut puri. Aku coba berlogika dan mereka-reka. Ada maksud apa dibalik sikap laki-laki ini membakar tumpukan buku-bukunya. "Akulah Plato yang kau baca di banyak buku-buku filsafat." Ujarnya ringkas dan tegas. Namun tidak mengurangi kesejukan yang dipancarkan dari matanya. Butir mata yang penuh dengan cahaya kebijaksanaan. Sejurus kemudian ia terlihat tertawa renyah dengan keningku yang mengerut,"buku-buku yang kubakar saja sudah membuatmu heran, Saudaraku." "Kulakukan ini semua karena memang sudah tidak dibutuhkan lagi. Apalagi ini adalah gemericik sungai untuk mengalirkan pikiranku lewat rinai tinta, saat aku masih hidup dulu. Ini buku-buku yang kutulis sendiri" Aku mencoba memahami. "Aku bangga dengan kegemaranmu membuka-buka halaman buku dan melahapnya serupa orang lapar. tapi, perlu kau ingat saudaraku. Takkan ada satu lembar maknapun yang bisa kau temukan disana. Jika, disekelilingmu masih saja penuh dengan manusia-manusia yang sama sekali tidak lagi saling peduli. Pengetahuan yang sebenarnya itu bukan di lembaran buku di rak ruang-ruang kamar rumahmu. Tetapi ilmu itu ada pada inderamu. Ketika kau sudah mempergunakan dengan sebaiknya." "Aku sudah bertemu Tuhan dan tanyakan pada-Nya tentang banyak hal yang tak ku mengerti. Tapi, Dia tidak bicara banyak, aku sendiri hanya diminta-Nya untuk manfaatkan juga semua indera. Karena hanya lewat itu Tuhan alirkan kebijaksanaan. Membuat penjara terhadapnya, hanya melahirkan manusia-manusia yang mati dalam debat, tetapi mereka tidak berhasil temukan kebenaran." Aku melihat senyum sejuknya seperti dara baru tumbuh dan pertama sekali jatuh cinta, aku melihat kebijaksanaan yang lebih indah dari kemolekan bidadari. "Jangan larut dalam lamunan, pulanglah. Matahari sebentar lagi hilang,jangan samai hatimupun ikut meredup. Pulang saja dulu, sampaikan semua ini pada mereka yang percaya bahwa kebenaran belum mati. Minta mereka untuk membakar buku-buku filsafat, bila pengetahuan mereka tentang itu tidak mampu membuatnya lebih bijak. Karena sudah jelas, bunga-bunga kebenaran tidak akan tumbuh di tanah-tanah kering." Aku kehabisan kata-kata, walau hanya untuk ucapkan terima kasih. Ada amanah besar dari beberapa untai wasiatnya. Mungkin akan kualirkan dalam puisi-puisi sembari membakar buku-buku filsafat yang kumiliki, sesuai titahnya. Silahkan berkunjung juga ke: http://refleksikita.wordpress.com dan www.fick-jeuram.co.cc

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun