[caption id="attachment_367247" align="aligncenter" width="624" caption="Saat sang jenderal telah kembali - Gbr: KOMPAS.com"][/caption]
Keputusan Prabowo Subianto menemui presiden terpilih, Joko Widodo, tak hanya menuai apresiasi dari masyarakat dan media dalam negeri. Kabar itu juga merebak di luar negeri, sekaligus mendapatkan apresiasi besar dari media-media luar Indonesia tersebut. Tidak itu saja, tak sedikit yang mengulas pertemuan itu dari berbagai sisi, termasuk mengkritisi hal ini.
Sydney Morning Herald adalah salah satu di antara media luar negeri yang memberitakan pertemuan kedua figur yang bertarung di Pemilihan Presiden 2014 itu. Hal ini setidaknya terlihat dalam reportase media ini, yang menjuduli salah satu beritanya dengan; "Indonesian Rivals Play Nice Ahead of Inauguration".
Di artikel berita itu, koresponden SMH, Michael Bachelard sebagai penulisnya, mengatakan awalnya sangat kental terasakan bahwa takkan ada jaminan bagi Jokowi mendapatkan kemudahan berupa  persetujuan dari pihak Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan agendanya.
Bachelard beralasan bahwa enam partai yang berada di Koalisi Merah Putih hingga kini masih berada di bawah kontrol Prabowo Subianto. Terlebih, dijelaskannya, KMP memiliki kekuatan karena menguasai 63 persen dari jumlah anggota parlemen. Itu merupakan kekuatan yang sangat memadai untuk menciptakan Undang-undang yang berpotensi menjegal Jokowi menjalankan rencana-rencananya.
Hal itu, masih menurut artikel Bachelard, sudah dibuktikan UU Pilkada yang baru saja dimenangkan oleh KMP. Selain juga mereka sudah berhasil menempatkan kalangan sendiri di beberapa posisi penting di parlemen. Bachelard menyebut, saat itu ia menangkap isyarat, Â bahwa semua itu baru permulaan dari sederet strategi koalisi gemuk tersebut.
Tapi koresponden SMH itu juga berpendapat dalam artikel tersebut, bahwa bagaimanapun pertemuan ini memiliki signifikansi tersendiri. Ia mengaitkan dengan fenomena pertarungan dua presiden sebelumnya, antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Megawati Soekarnoputri, yang dilihat olehnya mengalami kebuntuan dalam upaya rekonsiliasi pasca-Pilpres.
Bagaimana dengan media asing lainnya? The Straits Times Asia juga mengangkat pertemuan itu, di antaranya dalam artikel bertajuk Indonesia's Losing Presidential Candidate Prabowo Finally Congratulates Joko Widodo.
Di berita tersebut, media itu lebih mengangkat sikap Prabowo yang menegaskan akan tetap menjalankan peran sebagai oposisi. Dalam arti, ia mendukung presiden yang akan dilantik Senin (20/10), namun akan tetap mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak menguntungkan rakyat.
Sementara BBC News, menuliskan pertemuan kedua kontestan Pilpres 2014 itu dengan judul; Prabowo Pledges 'Support' for Indonesia Leader Jokowi. Media ini mengangkat tentang janji Prabowo kepada Jokowi bahwa ia akan mendukung pemenang Pilpres tersebut.
Dalam artikel itu, BBC juga menyebut perbedaan latar belakang antara kedua figur. Dikatakan bahwa Jokowi cenderung sebagai sosok yang terbilang asing di ranah politik, namun memiliki reputasi baik dan bersih. Sementara Prabowo dilukiskan sebagai seorang jenderal yang kaya raya, selain juga memiliki kedekatan dengan pihak elite negara ini--sebagai menantu mantan presiden, Suharto.