Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Lelaki dalam Kemasan

12 Maret 2010   20:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:27 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_92385" align="alignleft" width="269" caption="Tetapi tetap saja lelaki harus memilih cara hidup sebagai lelaki (Gbr: Google)"][/caption] Seperti apakah lelaki seperti itu akan berbicara? Yap, ia adalah lelaki yang memiliki kekasih, sangat ia cintai. Sampai dalam puisi-puisinya lelaki ini akan sangat sering berucap dengan lirik-lirik syair yang bisa menjadi bunga di hati kekasihnya. Wahai kekasih... Rabalah dadaku, rasakan degup jantungku Itu simponi, nada yang bermain di sanggar hatiku Untukmu, kumainkan semua nada terindah. Untukmu, semua akan kulakukan... Namun waktu selalu akan menguji setiap kejujuran. Menguji kesejatian. Menguji kebenaran dari semua yang terpentaskan oleh lelaki manapun, termasuk lelaki itu. Hingga tiba sebuah masa, waktu bersabda pada Sang Kekasih, "ujilah kebenaran ucapan lelaki itu..." "Baik, aku pasti akan mengujinya." Demikian ujar perempuan yang begitu dicintai kekasihnya itu. Dengan seulas senyum yang memang teramat indah, melebihi mekar bunga saat pagi tiba. Perempuan bertubuh seperti peri itu menyapa kekasihnya. "Wahai, pujaan hatiku...masih adakah cinta di hatimu hari ini untukku?" "Kenapa kau tanyakan itu, wahai peri hati? Tidak terasakan olehmu selama ini?" "Aku merasakannya. Tetapi aku belum tahu seperti apakah perumpamaan cintamu, wahai pangeran hati." "Apa yang kau ingin untuk kulakukan, sayang. Katakan saja..." "Tidak, aku tidak butuh apa-apa sekarang, pangeran belahan jiwa."

***

Hanya sekian ribu detik, tidak begitu lama. Setelah sekian banyak puisi mengalir serupa laksa sungai deras. Perempuan itu minta dikawani untuk bisa mencari bunga di taman ujung desa. Persis saat hujan sedang turun rintik, sepertinya tidak akan sampai membasahi baju. Lelaki ini entah terlupa atau dia tidak tahu setiap kalimat yang pernah diucapnya. "Jangan, demi cintamu padaku. jangan engkau membuat aku sakit karena hujan ini. Kalau aku sakit, bukan tidak mungkin aku akan mati, dan kau akan sendiri. maka demi cinta kita, jangan paksa diriku untuk dibasahi gerimis ini." Selanjutnya seribu dewa akan mengutuk lelaki seperti itu menjadi onggokan ikan asin yang hanya dikemas. Entah terbeli oleh siapa kelak, suratan Tuhan masih tetap rahasia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun