Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Merah Putih: Kawan atau Lawan?

27 September 2014   11:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:18 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_361976" align="aligncenter" width="619" caption="Saat peci hanya menjadi penutup borok di dalam kepala segelintir politisi, sebagian rakyat mungkin terkibuli tapi masih banyak rakyat memiliki nurani yang belum mati (Gbr: Beritasatu.com)"][/caption]

Dalam pertarungan, mendefinisikan dengan jelas siapa kawan dan lawan menjadi hal krusial. Lantaran, tanpa definisi yang jelas dalam hal ini, yang terjadi adalah merebaknya musuh dalam selimut. Sementara negeri ini, pada saat ini sedang melawan kebobrokan yang nyatanya memang tidak otomatis berhenti pada saat bergulirnya reformasi lebih dari 15 tahun lalu. Lalu di mana tempat terpantas mendudukkan Koalisi Merah Putih?

Baik, katakanlah Koalisi Merah Putih yang sebelumnya gagal memuluskan langkah Prabowo Subianto ke kursi presiden Republik Indonesia sebagai kawan. Apakah sikap-sikap yang ditunjukkan oleh mereka adalah sikap layaknya kawan bagi rakyatnya? Tegas-tegas saja, tidak!

Sebab ciri satu kekuatan politik yang pantas dikatakan kawan rakyat, adalah mereka yang bersedia berangkat dari empati atas apa yang sebenarnya menjadi kepentingan rakyat dan lebih meyakinkan bahwa mereka memahami benar apa-apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Di sini, KMP sama sekali tidak menunjukkan karakter sebagai kekuatan politik yang berangkat dari itu.

Sederhana saja, silakan simak gebrakan yang baru saja dilakukan mereka pada saat mencuatnya ide Pilkada Langsung/Tidak Langsung.

Dalam kasus tersebut, mereka menempatkan rakyat sebagai pihak yang belum cukup dewasa untuk terlibat dan berperan langsung dalam sebagian kegiatan politik. Maka itu mereka mencari berbagai cara yang celakanya justru berhasil, mengangkangi rakyat, dan mengembalikan pemilihan pemimpin daerah lewat DPRD.

Pertanyaan lebih jauh, seberapa berhargakah isi kepala mereka di koalisi tersebut, dan seberapa berkualitas mereka yang menempati gedung DPRD di berbagai daerah?

Apakah mereka terpilih sebagai wakil rakyat, murni karena ide besar yang terdapat di kepala mereka? Tidak. Saya bisa katakan, sembilan dari sepuluh anggota dewan itu mendapatkan kursi karena kekuatan uang yang mereka miliki. Bukan karena kekuatan ide dan gagasan. Jika begitu, apa yang bisa diharapkan dari anggota dewan yang menjadikan uang sebagai "nyawa" mereka, kecuali sekadar menunggu mereka kenyang mengisap darah rakyatnya--termasuk rakyat yang memilih mereka.

Kemudian lagi, jika mengatakan mereka sebagai kawan rakyat, apakah mereka mengambil keputusan seperti baru saja dilakukan belakangan ini karena keinginan rakyat atau konspirasi koalisi yang sakit hati? Maka jawaban paling terang adalah yang kedua.

Siapa yang menampik bahwa seratus persen mereka yang berada di koalisi itu tak lebih dari politisi labil yang mudah kecewa dan sakit hati karena kegagalan mereka di Pilpres? Bagaimana membantah bahwa manuver yang mereka lakukan tak lebih dari usaha untuk membalaskan sakit hati mereka?

Nah, dalam hemat saya, di sinilah koalisi tersebut memasang badan sebagai musuh rakyat. Sebab jelas, apa yang telah dilakukan oleh mereka tak lebih dari kepentingan menjawab 'jeritan' sesama kalangan mereka yang sama-sama sakit hati. Tak terlihat gambaran bahwa mereka bergerak karena menjawab jeritan rakyat, masyarakat yang memang tidak memiliki keleluasaan dan kapasitas untuk melahirkan sebuah kebijakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun