Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa Irshad Manji Ditolak?

9 Mei 2012   19:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:30 2930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13365900221827281849

[caption id="attachment_187352" align="aligncenter" width="475" caption="Dok: Antara"][/caption] Irshad Manji, figur feminis yang sepekan ini marak dibincangkan di berbagai media itu, tak ayal harus mengalami sikap penolakan banyak kalangan di Indonesia. Di Salihara, beberapa anggota masyarakat memilih membubarkan acara diskusi tersebut. Di Yogyakarta, tidak kurang, UGM pun menolak penulis buku "Beriman Tanpa Ketakutan" itu berceramah. Bagaimana melihat fenomena tersebut?

Menyimak perkembangan di berbagai media, baik mainstream atau bahkan media sosial seperti Twitter dan Facebook, terketemukan dua kutub: pendukung dan pihak yang menolak. Mereka yang menjadi pendukung mengumbar berbagai logika dan argumen, bahwa penolakan yang kemudian terlihat menjadi pembubaran paksa itu sebagai sesuatu yang keliru.

Kalangan yang mendukung ini, umumnya memang mereka yang cenderung melihat bahwa yang dibawa oleh Irshad Manji tsb hanya ide yang masih bisa didiskusikan. Wacana-wacana yang dibawa Manji berkisar pada kebebasan berekspresi, kebebasan bicara, dan kebebasan berpikir. Kira-kira demikian misi muhibah sosok yang menyebut dirinya sebagai reformis Islam itu.

Nah, setelah beberapa kali dan di beberapa tempat acaranya dibubarkan, tak pelak membuat sosok yang juga seorang wartawan itu mengeluh. Menurutnya, berdasar catatan VOA Indonesia, seharusnya negeri ini tidak sampai begitu. Ditambahkannya lagi,""Jika kita tidak memiliki kebebasan berekspresi, kebebasan berbicara dan kebebasan berpikir, maka kita tidak akan memperoleh pendidikan, yang kita dapat adalah indoktrinasi. "

Dari lawatan tersebut, ia hanya berkesempatan bicara tanpa gangguan ketika ia bertandang ke AJI Jakarta. Di sana, ia sempat diwawancarai KOMPAS.COM tentang buku anyarnya Allah, Liberty, and Love. Ia menyatakan bahwa buku tersebut tidaklah seperti yang dipandang oleh masyarakat di Indonesia."Sebetulnya mengajarkan tentang bagaimana umat Muslim bisa mempraktikkan kebebasan dalam kehidupannya. Dalam arti bebas untuk bertanya, bebas untuk mempelajari makna yang tertulis dalam Al Quran," terangnya.

Nah, bagaimana pendapat pihak yang menolak kehadiran sosok tersebut dan menghalangi perempuan asal Kanada itu bicara? Mereka mendasarkan pada keislaman yang tidak main-main. Pihak ini masih memiliki sudut pandang yang cenderung biner, bahwa ada salah dan benar. Yang benar tidak bisa disalahkan, dan yang salah juga tidak bisa dibenarkan. Sedang yang lebih mereka bidik adalah persoalan figur Manji yang merupakan seorang Lesbian yang dipandang sebagai ketimpangan.

Dalam pandangan pihak yang menolak, Manji berpotensi membawa dampak buruk. Juga, diyakini feminis dimaksud sedang menjalankan misi besarnya untuk merusak banyak tatanan yang jamak dianut oleh masyarakat muslim Indonesia. Tak kurang, beberapa pihak menyebut bahwa upaya Manji itu kelak bahkan akan merangsek sampai pada hukum dan UU di negeri ini. Terlepas apakah itu merupakan reaksi berlebihan ataukah sebagai kewajaran, namun demikianlah perkembangan yang terjadi.

Dari sana, jika mencoba melihat lagi, bagaimana kepantasan penolakan tersebut? Apakah penolakan itu benar-benar wajar? Ya, kalau merujuk kembali pada pernyataan perempuan kelahiran Uganda, 1968, mungkin saja wajar. Menunjuk pada konsep "kebebasan berekspresi" yang juga ia sebut seperti dikutip di atas. Apalagi jelas, kebebasan berekspresi tentu bisa ditafsirkan beragam, versi ia sendiri dan versi kalangan yang kontra dengannya. Hanya saja, penolakan yang telah dilakukan untuknya itu adalah kebebasan ekspresi pihak yang juga pastinya memiliki landasan pikiran dan argumen tersendiri.

Beberapa kalangan, dari yang saya simak, cenderung menuding pihak yang menolak adalah kalangan tidak berpendidikan. Orang-orang kaku yang tidak mengerti budaya diskusi. Tapi, ini justru membuat saya tercenung, apakah masyarakat yang berjuang menjaga tradisi menempatkan sesuatu pada tempatnya, lalu memilih berjuang dengan cara yang mereka bisa adalah "penjahat"? Oleh sebab, saya melihat banyak sekali tudingan miring justru ditujukan kepada mereka yang menolak feminis yang juga advokat di Kanada itu. Wallaahu a'lam (FOLLOW: @zoelfick)

Artikel Terkait: Irshad Manji, Hasil Kebebasan Pemikiran yang Kebablasan, oleh Rahmad Agus Koto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun