Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Israel, Adikuasa Pengganti Amerika

2 Juni 2010   10:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:48 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

[caption id="attachment_156446" align="alignleft" width="300" caption="Bukan persoalan tegaknya bendera itu sebagai masalah, tetapi masalah yang bisa lahir lebih besar ketika bendera itu terus tegak"][/caption] Mereka menjadi negara satu-satunya yang dilindungi oleh tangan tak terlihat, kendati kekejaman dan kelaliman terus mereka pertontonkan. Anggap saja itu sebagai statement kosong dari saya. Namun, saya hanya mencoba mengajak melihat peran Israel sejauh ini. Tidak perlu kita tuliskan, tetapi fakta begitu telanjang terkait arogansi yang sudah dipampangkan mereka. Apa yang sudah dilakukan Amerika sebagai sang adidaya? Nothing at all. Tidak ada! 2 November 1917. Inggris mencanangkan Deklarasi Balfour, yang dipandang pihak Yahudi dan Arab sebagai janji untuk mendirikan ”tanah air” bagi kaum Yahudi di Palestina (Wikipedia). Sekarang, mereka berhasil kentuti suara negara sekelas Amerika. Ini pertanda apa? Bahwa negara Amerika tidak bisa apa-apa, selain hanya menghirup kentut dari pantat negara adidaya sejati, Israel. Keberanian Israel mengangkangi Amerika menjadi sebuah indikator cukup jelas atas semua itu. Maka, meskipun tanpa kupasan terlalu jauh sekalipun, peluang Israel menduduki posisi sebagai negara adidaya pengganti Amerika. Apakah ini masalah? Nah, ini yang saya kira perlu diseriusi. Untuk sekarang, Amerika masih menjadi "The Foolish" atawa si Tolol di depan Amerika. Mereka (baca: Amerika) bakal tersadar kembali dengan 'kecerdasannya' saat Gedung Putih sudah bertaburan kotoran orang Yahudi Israel. Bagaimana itu bisa terjadi? Sederhana saja.

  1. Amerika menghormati Israel. Tidak perlu saya terangkan lagi alasan seperti apa saya berani katakan Amerika menghormati Israel. Saya hanya ingin katakan bahwa, sikap menghormati pada tingkatan hubungan personal mungkin menjadi hal yang positif. Namun harus diakui, penghormatan dari seseorang kepada orang lain tak jarang juga diterjemahkan berbeda oleh orang yang menerima penghormatan tersebut. Bisa jadi yang dihormati merasa benar-benar lebih tinggi daripada yang menghormati. Bisa juga, dengan sendirinya orang yang menghormati lalu termakan dengan keyakinan secara perlahan bahwa yang dihormatinya itu memang lebih tinggi darinya. Sampai kemudian membentuk mental sehingga yang dihormati lebih diberi ruang untuk bersuara daripada dirinya sendiri. Bahkan ketika disuruh apapun juga, menjadi hal yang sangat sulit untuk dibantah. Kemungkinan ini terbuka untuk Amerika dalam relasinya dengan Israel.
  2. Terdapat peran besar Yahudi dalam berdirinya negara Amerika. Kita bicara saja dari tingkat personal. Ketika misal Anda sedang mengalami sebuah musibah besar, dan itu menjadi penentu hidup mati anda, dan saya menolong Anda. Apakah Anda akan melupakan saya? Saya yakin, selain sapi pasti akan tahu etika balas budi.

Dua alasan ini mungkin tidak merepresentasi utuh dan logis terkait kemungkinan Israel meraja. Tapi kita tunggu saja. Yang dicemaskan? Ini pertanyaan yang bisa kita pertanyakan bersama. Ketika berbagai kekuatan berseteru, apalagi secara [caption id="attachment_156448" align="alignright" width="255" caption="Ini kelak tidak hanya di Palestina saja"][/caption] volume kekuatan tersebut berimbang. Diawali oleh kesadaran kembali Amerika dari tidur dalam buaian seringai Israel. Maka, peluang paling mungkin adalah terjadinya perang besar dengan durasi yang tidak jelas, bisa saja sampai kiamat benar-benar tiba (atau justru dengan perang demikian kiamat itu datang?). Perang besar. Bagi sebagian pemberani itu tidak menjadi sebuah persoalan. Itu bukan masalah besar karena toh itu baru sebatas kemungkinan. Tetapi, apa yang bisa kita lakukan saat kita sendiri telah mati dan yang tertinggal adalah generasi yang merintih dari balik puing-puing reruntuhan gedung yang hancur. Orang-orang lanjut usia mati mengenaskan dengan tubuh pecah berkeping-keping dan kecurigaan plus ketidaknyamanan di mana-mana. Persaudaraan universal ternyata kemudian tinggal kenangan. Saya tidak yakin kita bisa tenang di balik kubur walaupun Tuhan berikan bidadari ikut berbaring di pembaringan kuburan. Itupun jika kita masih menganggap penting kemanusiaan. Ini, menjadi penegas atas sebuah kemungkinan bahwa perang besar yang mungkin terjadi tidak menjamin hanya memakan korban di negara-negara yang terlibat aktif dalam peperangan tersebut. Analogi saya, rumah tetangga di kiri kanan Anda terbakar, rumah Anda juga bukan mustahil mengalami rembetan api yang membakar. -------------------------------------- Also Published in: 1. Panjoe, 2. Heart-Notes Sumber Gambar: Di sini dan di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun