Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gayus dan Dukun Wajib Pajak di Romania

7 Januari 2011   02:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:53 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1294366737891575494

Sebaiknya jangan memasang wajah serius saat membaca tulisan ini, meskipun saya menulisnya dengan [caption id="attachment_83421" align="alignright" width="284" caption="Ini dukun di Indonesia yang tidak diwajibkan pajak (Gbr: Ndol)"][/caption] serius.Karena yang sedang saya angkat ini bukan hal yang terlalu penting. Di baris ini sebaiknya segera menentukan sikap untuk melanjutkan membaca ataukah berhenti sampai di sini. Yap ini tulisan yang digerakkan oleh penyihir. Maksud saya, menulis ini karena tergelitik dengan sebuah fenomena yang dua hari ini diangkat Kompas, tentang penyihir yang diwajibkan juga untuk membayar pajak. Itu cerita nyata dari negeri Romania yang konon sudah jauh lebih maju dari negara kita ini. Mengutip Kompas, para dukun sihir Romania marah karena untuk pertama kalinya harus membayar pajak. Bahkan ada yang merencanakan untuk memakai kotoran kucing dan bangkai binatang untuk melakukan guna-guna kepada presiden mereka. Ini yang menarik perhatian saya--sebelum ke soal pajak. Kalau di Indonesia tahi kucing sering disangkutpautkan dengan cinta, di sana malah dikaitkan dengan urusan guna-guna. Tidak enak diledeki rekan-rekan kalau sampai saya keluarkan celetukan. jadi saya memilih membatin saja; "Ternyata bangsaku jauh lebih romantis!" Alasan saya, itu tadi, di Indonesia, dari sejak jaman bapak saya masih muda sangat dikenal kalimat semisal; kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasa coklat! Kalimat yang saya kira memang lahir karena di jaman bapak-bapak kita itu (tidak enak kalau cuma saya sebut bapak saya saja), sudah ada yang mencoba melakukan praktik di hadapan tahi kucing. Mengambil dan menjilatnya. Mungkin, benar saja yang terasa, tahi kucing itu benar-benar rasa coklat. Maka kemudian, kalimat tahi kucing rasa coklat masih bergaung di Nusantara kita tercinta ini.Tentu saja, sampai detik ini. Sayangnya, saya sendiri walaupun sedang jatuh cinta juga, tidak memiliki cukup keberanian untuk menjilat tahi kambing karena alasan; sesuatu jangan dipercaya kalau belum diuji! nah tuh. Merenungi itu. Saya juga terpikir, apakah terkait dengan rencana dukun sihir di negeri Eropa Timur itu memanfaatkan tahi kucing dan bangkai binatang untuk melakukan sihir ke pemerintah. Saya kira mereka kalah kreatif dengan bangsa saya, bangsa kita. Iya, penyihir di negara semaju Romania itu butuh penanganan dukun sekadar untuk memanfaatkan secara maksimal fungsi tahi kucing dan bangkai binatang untuk mengguna-gunai pejabat pemerintah. Sedang orang Indonesia, meski ia bukan dukun, tahu pasti, 'amunisi' demikian tanpa perlu mantera tetap bisa berfungsi efektif. Tidak percaya? Ambil tahi kucing dengan bangkai binatang yang mudah ditemukan. Baik bangkai tikus dan berbagai bangkai lainnya. Tempatkan itu di penjara Gayus! Saya yakin, tidak perlu seorang dukun pun melakukan itu, tetap bisa berfungsi efektif. Sehingga Gayus bisa berpikir terbalik dari yang selama ini diyakininya;"Betapa nyaman penjara Indonesia kalau masuk bersama prestasi berhasil menilep uang negara dalam jumlah yang tidak tanggung-tanggung!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun