Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Firman Seponada: Pemakan Padi

29 Mei 2010   08:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:53 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mencari ilmu tidak sulit, terbukti begitu banyak orang yang sudah sukses mendapatkan [caption id="attachment_152849" align="alignleft" width="200" caption="Salah satu ciri ahli syurga, ia selalu mampu membuat orang-orang di sekelilingnya merasakan nyaman dan hatinya sejuk. Ia selalu bisa membuat orang bahagia. (Gbr: Firman Seponada)"][/caption] ilmu diikuti sederet gelar dan titel. Tetapi, nyaris bisa dipastikan, tidak banyak orang mampu untuk rendah hati di tengah semua ilmu yang pernah dipelajari, dan semua pengalaman yang pernah dialami. Berbeda halnya dengan Firman Seponada. Lelaki yang terlihat sepuluh tahun lebih muda dari usia yang sebenarnya ini, begitu dekat dengan sikap rendah hati. Meskipun secara pengalaman, seabrek kegiatannya di jurnalistik (sekarang Koordinator Liputan di Lampung TV), plus pengalaman kerja lain-lainnya yang telah pernah dilalui, cukup layak untuk disombongkan jika saja beliau mau. Tetapi tidak demikian. Kesan pertama saya tangkap saat pada jelang akhir 2009 saya berkenalan dengan jurnalis kental idealisme ini. Betapa, saya yang sebenarnya tidak lebih dari "bocah kemarin sore" dengan enteng beliau sapa dengan panggilan "Bang".  Sempat terbetik niat dari pertama sekali saya mendengar panggilan beliau ini terhadap saya, untuk saya minta tidak dipanggil dengan panggilan "Bang". Panggilan yang notabene di kalangan rumpun melayu, tidak hanya untuk menuakan seseorang namun juga sebagai panggilan kehormatan. Tetapi kemudian saya urungkan niat untuk meminta beliau tidak berikan panggilan itu ke saya. Saya biarkan. Bisa saya pastikan bukan karena terbuai dengan penghormatan yang beliau berikan, melainkan dari selembar dua lembar kitab tashawuf yang pernah saya raba, disebutkan, ketika makhluk memuji maka pujian itu bisa jadi datang dari Allah sendiri. Sebagai penghargaan dari-Nya pada diri saya yang memang tak lebih dari "balita" yang masih mengeja aksara. Selain, ada pelajaran prinsip dari orangtua saya sendiri juga yang bahwa sebuah kebaikan, dalah hal 'sesederhana' apapun, jangan ditolak jika dengan menerimanya bisa membuat orang tersebut juga merasa dihargai. Iya, panggilan itu sangat kental mengisyaratkan sifat rendah hati figur lelaki yang kerap menjaga "kumis sakti" di bawah hidungnya itu. Tidak terhenti di situ saja. Kedatangan saya ke Lampung pada awal Januari kemarin, menjadi catatan tersendiri. Beliau bersama Bang Bari dan Bang Ahmad dengan wajah tulus menjemput saya saat hujan pelan membasahi tanah Bandar Lampung. Jika Bang Bari yang juga Kompasianer jarang tertawa--karena ia lebih memiliki ketertarikan pada ilmu-ilmu agama, jangan tanyakan hubungannya. Cuma meski jarang tertawa pria asal Batam ini tak kalah dalam hal ketulusan dan kesetiakawanan--- sehingga sulit ditebak seperti apa karakter beliau. Tidak sama halnya dengan Firman Seponada yang kerap saya sapa dengan panggilan Mas Firman dan kadang Om Firman. Begitu saya tiba, sapaan hangat beliau terasa masuk bersamaan ke kedua belah telinga saya. Jabat erat dan saling lempar senyum dan sikapnya benar-benar tidak memposisikan saya sebagai sosok lelaki kemarin sore. Ini menjadi sebuah kelebihan dari beliau. [caption id="attachment_152870" align="alignleft" width="300" caption="Dari kiri ke kanan, Imam Subari, Zulfikar Akbar dan Firman Seponada di Lampung-TV"][/caption] Teringat sekali di pikiran dan seluruh ruang nostalgia saya, saat lelaki ini sengaja  mengantar dan menyambangi saya di rumah developer kocak tetapi berhati emas, Doddy Purbo. Bahkan, saat malam terakhir saya berada di Lampung, harusnya beliau tidak mendapatkan tugas piket di kantornya, Lampung TV, namun ia rela untuk tidak pulang dan menemani saya menulis dan menulis di komputer kerjanya. Sungguh, lelaki pecinta alam dan begitu peduli lingkungan ini juga memiliki kepedulian tinggi pada sahabatnya. Syahdan, seorang lelaki kemarin sore seperti saya juga dihormatinya. Pun, selepas saya tinggalkan Lampung dan sudah berada di Bandung sekarang ini, ketika misal dalam keseharian saya merasa pikiran sedang penat, tak sungkan saya menyapa beliau lewat japri [jalur pribadi] dan  biasanya dengan cepat beliau balas dan di sana keluar kalimat-kalimat yang saya yakin dengan sengaja diambil bersama ketulusan di kutub utara, atau mungkin kutub selatan, maka nyaris selalu mampu membuat hati saya sejuk. Mengenang lelaki pemakan padi ini*, terkadang saya jadi teringat paparan guru mengaji saya dulu di meunasah (langgar, mushalla): Salah satu ciri paling mudah untuk mengenal seorang calon ahli syurga adalah dari kemampuannya untuk bisa menyenangkan orang-orang yang berada di sekitarnya. ---------------------- Sajak Sayap Merpati Kecil Ode: Firman Seponada Aku ingin meminta kau iris sedikit hatimu itu Nanti kau masukkan dengan tanganmu Ke dalam mulutku mungkin bisa merubah hatiku yang membatu Aku ingin meminta kau lukis diriku dengan mimik senyum serupa bulir salju yang tak beku Nanti dari sana, aku akan belajar seperti apa ketulusan itu Karena, kau salju, aku batu Sebagai merpati kecil, aku terus coba kepakkan sayapku Dan kau merpati bijak, yang tak lagi permasalahkan hujan batu ataukah jalan sedemikian berdebu Terbentur sunyi senyap senja, tapi masih bersama irama kejujuran yang lebih indah dari semua lagu. Dan, itu kudapatkan darimu! Gegerkalong, 29 Mei 2010 ---------------------- *Saya menyebut beliau pemakan padi, karena saya merasakan ilmu padi sudah menyatu dengan darah dan daging lelaki itu. Also Published in: ficklaotze.wordpress.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun