Salah satu kunjungan staf Dikti ke luar negeri, yang dinilai tak membuahkan hasil (Gbr: PPI-Goettingen.de)
Pihak Dikti memang telah memberikan jawaban, kapan beasiswa yang menjadi hak karyasiswa--mahasiswa penerima--akan mereka diturunkan. Setelah inisiatif pressure lewat media muncul secara berkelanjutan. Nyatanya, kasus itu belum berhenti di situ, dan masih terdapat banyak catatan hitam lembaga tersebut. Salah seorang pengelola beasiswa Dikti di salah kampus ternama membeberkan permainan yang dilakukan institusi tersebut. Ia buka kartu apa sesungguhnya terjadi.
Awalnya saya sudah terpikir untuk berhenti membicarakan "Skandal Dikti"--di twitter saya menggunakan hashtag #SkandalDIKTI, karena merasa, dengan adanya kejelasan atas nasib ribuan penerima beasiswa Dikti (Karyasiswa), berarti pekerjaan saya selesai: berkontribusi membeberkan kasus itu hingga para Karyasiswa tak lagi terzalimi. Tapi, Kamis, (11/9), saya dihubungi salah seorang yang memegang tanggung jawab sebagai pengelola beasiswa Dikti dari satu kampus ternama dan berhubungan langsung dengan pihak Dikti.
Namun ia meminta agar institusi dan data pribadinya untuk disembunyikan karena alasan-alasan tertentu. Informan tersebut hanya menyebut secara gamblang identitasnya kepada saya saja.
"Sejak awal, saya bersama atasan saya, merasakan betul sulitnya berkomunikasi dengan Dikti untuk mengelola persoalan yang muncul dari beasiswa Dikti ini--keterlambatan turunnya dana," ia berujar kepada saya, membuka pembicaraan.
Ditambahkannya, ada dua persoalan yang sangat krusial di tengah kasus tersebut, pertama berkaitan dengan manajemen keuangan, dan yang kedua adalah persoalan administrasi.
Menurut informan yang meminta identitasnya dirahasiakan ini, pihaknya, saat menemukan persoalan keterlambatan sejak 2009, ia telah mendapat dukungan penuh dari Rektor untuk mendukung penuh dosen-dosen kampusnya yang mengalami keterlambatan beasiswa Dikti.
Maka, pihaknya melakukan bentuk intervensi dengan menyediakan dana talangan yang berasal dari anggaran universitas bagi Karyasiswa. "Jadi, semua Karyasiswa dalam koordinasi kami, menyediakan informasi penuh atas kebutuhan biaya, terutama SPP dan living cost, dan dianggarkan dalam bentuk talangan," ia membeberkan lebih jauh.
Proses koordinasi itu, ia menambahkan, berjalan mudah karena waktu itu semua dana bagi Karyasiswa kampusnya, oleh Dikti, dikirimkan ke rekening Rektorat. Sehingga, pihaknya dapat mengetahui keterlambatannya seberapa parah.
Tapi, dengan itu, tak lantas pihak kampusnya tak mengalami konsekuensi dari kebijakan tersebut. Lantaran mereka tentu saja harus mengalokasikan anggaran bagi talangan itu.
"Talangan itu cukup besar," ia menegaskan. "Apalagi keterlambatan beasiswa Dikti itu tidak tanggung-tanggung. Tahun 2009-2010 saja bisa sampai satu semester. Jadi biasa dibayangkan, plafon anggaran universitas yang harus dikuras. Belum lagi kalau keterlambatan super parah. hingga, direktorat keuangan kamus kami harus jungkir balik. Lantaran ketentuan Departemen Keuangan tidak ada konsep talangan."