Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Mana Tempat Pantun Jenaka?

15 September 2010   17:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:13 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_258918" align="alignleft" width="208" caption="Mohon untuk tidak menuduhnya sebagai penggagas pantun jenaka (gbr: ferdyxn.com)"][/caption] Mungkin memang pantun tidak lagi menjadi tradisi yang terlalu mendapat tempat di masyarakat. Meski sebenarnya pantun menjadi bagian utuh dari sastra. Justru puisi-puisi lepas dengan berbagai bentuk di luar pantun lebih trend dan mendapat ruang lebih di berbagai media, baik mainstream maupun online. Tidak perlu prihatin, karena memang sastra dalam apapun genrenya tak pernah diperintahkan Tuhan untuk terus dipelihara. Tetapi, entah kemudian saya mendapat cap sebagai bagian orang kampung, tetap juga tidak bisa saya menceraikan diri dengan pantun. Meski hanya bisa saya curahkan sehari-hari di ruang fesbuk saya sendiri. Di luar sangkaan, respon dari kontak di sana, selalu saja ada, selama berkisar satu minggu secara rutin saya menulis pantun, dari yang serius sampai yang sangat tidak serius. Ini menunjukkan sebenarnya masih ada animo bangsa kita terhadap ragam sastra berbentuk pantun. Dan berikut, beberapa pantun (jenaka) serius dan sangat tidak serius yang pernah saya tulis di status fesbuk saya beberapa hari ini. Semoga bisa dinikmati? (Jenaka) Serius beli kucing di majalengka petik bunga di singaparna monyet kencing di pot bunga kambing ngantuk di kakilima adu jangkrik di pinggir sawah tebu kecil terasa seperti gula pacarku cantik tak pernah marah karena senyumku begitu menggoda Meski indah buah merah dan licin Kalau layu kering hilang manisnya Meski indah menjadi pengantin Kalau bisulan terasa petaka daun pacar tidak tumbuh ranum daun kangkung di kebun labu kalau pacar anda jarang tersenyum kepalanya gatal karena kutu ada burung di pucuk jati ada nuri di pucuk kamboja bila saya terlihat berseri memang sudah begitu sejak dulu kala Naik angkot ke Pasar Cangkring Beli anting di Tanah Abang Banyak lajang jadi pusing Melihat kambing tidur telentang Ingin makan duku di Denpasar Beli kecap di Kuala Lumpur Ukur baju di tukang gali sumur Lagi, ini pantun ngelantur pengantar tidur (Jenaka) Sangat tidak Serius Jual sayur ke pasar johar Jual tempe di kramat jati Ngelantur sampai menggelepar Duhhh, harus tulis apalagi??? Ke bengkulu mencari bakso Ke menado mencari soto Ke kediri mencari bungkus kado akhirnya kehabisan ongkos, mosok untuk cari bakso, soto dan bungkus kado harus ke seluruh Indonesia dulu Ke denpasar mencari asam Dapat garam setengah peti Ke blitar mencari ayam Yahhh, malah sakit gigi Ada monyet naik taksi Ada polisi makan kornet Kenapa monyet tidak jadi polisi Karena pantun ini dibaca... anak lurah pergi ke bekasi anak bu siti ke surakarta kalau anda belum sikat gigi sebaiknya jangan bicara tapi lebih baik fesbukan saja Beli kangkung ke majalengka Ke jakarta mencari rebung Walaupun pantunku mengada-ada Setidaknya bisa mencegah encok, pegel linu dan perut kembung Ke Belanda beli merica Ke Swedia cari mukena Ini pantun ada-ada saja Ya kan cuma untuk beli merica dan mukena kok harus ke luar negeri? Si Amin ke pasar membeli semangka Pulang naik kereta kuda Ingin bisa makan mangga Tapi sayangnya si Amin sudah lebih dulu beli semangka Jalan-jalan ke Pasar Senen Anak pengamen lagi makan permen Besok hari Senen Baru kemudian hari Selasa Dan, terakhir, saya melamunkan media sekaliber Kompas dan Media Indonesia plus Republika bisa kembali membuka ruang untuk ragam sastra pantun jenaka. Semoga saat melamun, kalau setelah ini saya harus ke luar tengah malam untuk mengganjal perut, semoga tidak sampai terjerembab ke dalam parit. Semoga. Bandung, 16 Sept 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun