Meskipun mudik hanya dari Jakarta ke Bandung, namun baru kali ini lebih banyak bertemu pemandangan buruk.
Kebetulan kali ini saya menempuh perjalanan via puncak dengan mengandalkan sepeda motor saja. Sendirian, lantaran anak dan istri lebih dulu saya suruh pulang dengan bus travel saja.
Berangkat pagi-pagi buta tak banyak membantu. Berharap tak macet, tetap saja bertemu dengan kondisi itu di mana-mana. Perjalanan saya--sejak berangkat--hanya lancar sepanjang Senayan ke Cawang saja. Selebihnya, hanya berharap tuah dari puasa, apa pun situasinya tetap kuat.Â
Betul saja, dari Kramat Jati, Pasar Rebo, sudah terlihat sinyal bahwa kemacetan hari ini, Jumat (23/6), mulai meninggi.
Kemacetan itu terjadi hingga berkilo-kilo meter. Semestinya saya iri dengan pemudik yang berkendara roda empat, kali ini justru merasa kasihan atas kondisi mereka.
Bagaimana tidak, dengan roda dua, lebih leluasa bergerak di celah sempit. Terlebih aparat kepolisian pun membuka alternatif untuk para biker, hingga menerapkan strategi satu arah.
Bukan kemacetan saja yang bersua. Apalagi kemacetan begini bukan lagi cerita baru, karena akan selalu ditemukan para pemudik.
Hanya saja, saya salut kepada aparat kepolisian yang bekerja keras di tengah teriknya matahari. Terlebih nyaris dapat dipastikan sebagian mereka pasti tetap bekerja seraya tetap menjalani puasa.
Sepanjang jalan melihat para polisi bekerja, sejujurnya ada keharuan juga melihat mereka. Betapa di tengah situasi seperti ini, jasa mereka sangat terasa.
Bahkan memasuki Cianjur, tak hanya dari Polri, DLLAJ, tak terkecuali Satpol PP, turun tangan. Walaupun akibat pengalihan arus, sempat bikin perjalanan terasa sedikit lebih jauh, setidaknya tak harus berlama-lama menjadi "penikmat" kemacetan.
![Korban kecelakaan di Puncak - FOTO: Zulfikar Akbar](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/06/23/img-20170623-172859-594ceff60c8f2d328b2ca9f2.jpg?t=o&v=770)