Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Baik Buruk Tren Kompasiana dari Dulu hingga Kini

15 Juni 2017   23:20 Diperbarui: 18 Juni 2017   16:23 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Kompasianer saat hadir di acara FGD di Pasar Festival - FOTO: Edi Priyatna

Bukan soal senioritas. Saya hanya sedang ingin membuka memori dari media bernama Kompasiana yang memang telah saya geluti sejak 2009. Memasuki tahun kedelapan berkecimpung di media "keroyokan" ini banyak hal telah terjadi dan juga sempat saya alami langsung.

Terutama dari sisi tren, ada perbedaan mencolok dari Kompasianer--julukan penulis Kompasiana--yang muncul sejak awal media ini lahir, hingga Kompasiana berganti wajah berkali-kali. Yang tak berubah hanyalah antusiasme, meski para penulis berganti, dan wajah lama ada beberapa yang menghilang, namun minat menulis di sini masih sangat tinggi.

Edi Sembiring, Kong Ragile, Cech Gentong, Babeh Helmi, Wijaya Kusumah, Ito Frederiksen, Herman Hasyim, Hazmi Srondol, Edi Priyatna, Windu Hernowo, Langit Queen, Eri Subakti, Yusep Hendarsyah, Listyo Fitri, Inge, Syam Asinar Rajam, Boy Rachmat, Dian Kelana, Andy Syukri Amal, Doddy Purbo, menjadi bagian Kompasianer yang dapat dikatakan angkatan lama. Ada lagi Ouda Saija hingga Firman Seponada, dosen dan jurnalis sekaligus aktivis lingkungan, menjadi Kompasianer lain yang juga pernah tercatat sebagai Kompasianer lama.

Apa yang menjadi kelebihan mereka? Ya, mereka termasuk generasi awal yang rajin sekali menggagas "kopi darat", meski tak semua mereka pernah mendapatkan award mentereng. Dari gagasan-gagasan mereka, para Kompasianer lintas-Indonesia acap berkumpul, sekadar bercerita, atau hanya untuk temu kangen, hingga berbagi inspirasi.

Padahal, jika ditilik dari kesibukan mereka, sulit dipercaya bagaimana mereka dapat membagi waktu antara berkomunitas dengan tetap konsisten dengan pekerjaan mereka lakoni.

Tapi begitulah, nama-nama tersebut termasuk di antara nama paling melekat di benak saya. 

Terutama di awal 2010-an, mereka nyaris tak berhenti melempar gagasan demi gagasan. Tak terlalu resmi-resmi banget, sebab terkadang gagasan mereka lahir begitu saja, bahkan sambil tertawa-tawa, tapi mampu mereka realisasikan.

Bagaimana sekarang?

Berikut beberapa catatan seputar tren Kompasiana dan Kompasianer terkini:

  • Komunitas makin banyak: Ada banyak komunitas lahir di Kompasiana, dari Ladiesiana, Kompasianer Pecinta Kuliner, Bolang, K-Jog, dan banyak lainnya. Keberadaan komunitas tersebut cenderung menghapus Jakartasentris yang sebelumnya sempat melekat dengan Kompasiana. Kompasianer saat ini terbilang lebih meng-Indonesia, lantaran dengan mudah ditemukan di berbagai provinsi termasuk luar Jawa.
  • Kegiatan Ngumpul Lebih Sering: Ya, Kompasiana sendiri acap kali melakukan acara Nangkring, yang nyaris saban bulan selalu ada. Dengan acara tersebut tentu saja lebih merekatkan para Kompasianer. Percayalah, jika Anda baru bergabung, sering-sering hadir di acara Nangkring ala Kompasiana lebih membantu Anda menambah relasi, inspirasi, dan kesempatan beraksi.
  • Makin Banyak Tulisan Berkualitas: Saya termasuk yang terkaget-kaget dengan artikel yang tersebar di Kompasiana. Makin banyak artikel dengan kualitas tak kalah dari media mainstream. Ada sebagian yang memang memiliki spesialisasi tertentu, atau sama dengan saya sendiri yang kerap "pasang badan" sebagai "Piranha" yang melahap berbagai tema--meski acap di politik dan humaniora. Kehadiran tulisan berkualitas itu, tentu saja, tak hanya menguntungkan eksistensi Kompasiana tapi juga Kompasianer sendiri sehingga tak lagi tercitrakan hanya sebagai "kalangan yang baru belajar nulis". 
  • Sering Jadi Referensi: Saya pribadi juga mengalami ini, betapa artikel saya tiba-tiba muncul di beberapa media, entah sebagai referensi atau juga ditayangkan ulang--dengan tetap menyebutkan sumbernya. Tak hanya saya, banyak juga Kompasianer lain yang menjadi rujukan tak terkecuali untuk penulisan ilmiah. Ini tentu saja sebuah kehormatan, bukan cuma untuk Kompasiana, tapi juga untuk para penulis di sini. Bukti bahwa para Kompasianer adalah mereka yang mampu mematahkan stigma miring yang sempat menimpa para blogger sebagai penulis ngasal. 
  • Lebih Komersil: Ini bisa terkesan negatif, tapi juga positif lantaran akan ada saja perusahaan yang berminat dengan gaya menulis sebagian penulis di Kompasiana dan meminta mereka untuk menjadi perpanjangan tangan mereka untuk mengenalkan mereka kepada publik lebih luas--meski ini masih terbatas untuk kalangan yang memang intens menulis dan punya spesialisasi tertentu.
  • Lebih Teratur: Di awal saya nimbrung di Kompasiana, media ini masih acap terkesan "ngasal" setidaknya menurut pandang sebagian kalangan yang gemar hal-hal yang selalu serius. Di sini, pernah ada masanya para Kompasianer berinteraksi nyaris 24 jam, lewat Fiksiana--saat itu masih menyatu dengan kanal lainnya--hingga berbagai rubrik yang ada. Bahkan sempat ada "aksi" berupa seribu komentar dan itu terjadi; dari sekadar saling melempar guyon hingga perang argumen.
  • Lebih Terbuka: Satu hal yang istimewa, nyaris tak ada jarak antara Kompasianer sebagai "warga" di Kompasiana, dengan para pengurus. Anda bisa berkumpul sesama Kompasianer lebih sering, dan berkesempatan bertatap muka dengan mereka yang berada di "dapur" Kompasiana. Pasalnya, selain karena banyaknya acara, tampaknya Kompasiana pun makin membuka diri lebih lebar dengan penggunanya. Tak heran jika dalam rencana perubahan bentuk Kompasiana pun, para Kompasianer diundang untuk memberikan masukan. Ini menjadi suatu bentuk penghargaan tersendiri bagi Kompasianer, karena terlibat langsung dalam hal-hal yang sebelumnya cenderung bersifat top-down, pengelola bekerja sendiri dan Kompasianer "nrimo" saja.

Kok tidak banyak mencatat sisi buruk Kompasiana? Percayalah, para admin Kompasiana dari kalangan hawa semuanya cantik-cantik, dan saya tak bisa mengkhianati hati saya mengakui mereka cantik. Bagi Anda yang masih perjaka, rajin ke acara Kompasiana siapa tahu membuka pintu peluang lebih dekat dengan mereka dan lebih dekat ke pelaminan. Sudah, ini dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun