Namun tentu juga tidak bisa saya sok-sokan bahwa inilah jalan yang jauh lebih baik. Namun paling tidak, cara ini bisa mengurangi beban pikiran pada kewajiban untuk mudik.Â
Ini juga yang saya pikir juga memungkinkan untuk diterapkan siapa saja terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Artinya, tidak perlu melebih-lebihkan sebuah tradisi, terlepas itu selama ini dipandang terlalu sakral.
Toh, secara ibadah, yang paling penting dari Ramadan adalah memastikan puasa berjalan maksimal, disusul berbagai ibadah seperti tarawih hingga witir, berikut zakat fitrah.Â
Sementara tradisi lebaran yang identik dengan mudik, walaupun ini juga memang baik, namun tidak apa-apalah sesekali ditinggalkan. Setidaknya, kita tidak menjadi carrier atau pembawa virus yang menghantui tersebut ke kampung halaman. Sebab, dengan imun Anda yang kuat, mungkin saja virus itu tidak membunuh Anda, namun ia bisa saja membunuh lebih banyak orang.Â
Ini menjadi catatan khusus dari saya pribadi, lantaran berangkat dari perasaan masygul setelah mendapatkan kabar, bagaimana ketika menjelang pembatasan sosial berskala besar diterapkan, mereka yang mendapatkan info lebih dulu berduyun-duyun mudik lebih cepat.Â
Sebut saja salah satu berita dilansir Kompas.com pada 16 April 2020, di berita bertajuk Survei: 3 Juta Diprediksi Tetap Akan Mudik Tahun Ini.Â
Dari reportase Kompas.com tersebut, disebutkan bahwa mereka yang sudah mudik lebih dulu ini mulai mudik pada periode 1-5 Maret 2020 dan mencapai puncaknya pada periode 16-20 Maret 2020 saat Presiden Joko Widodo mengeluarkan seruan untuk belajar, bekerja dan beribadah di rumah.Â
Selain mahasiswa dan karyawan swasta, cukup banyak pedagang kecil atau kaki lima, karyawan toko, warung makan, dan buruh pabrik yang sudah mudik lebih awal.Â
Selain itu juga dicatat bahwa dari yang tetap ingin mudik pada masa Lebaran nanti, kelompok terbanyak adalah pegawai swasta sebesar 35,6 persen, PNS/ASN 23,4 persen dan pelajar/mahasiswa 11 persen.Â
Hampir semua (96,1 persen) dari responden yang akan mudik menyatakan akan menemui kerabat di kampung halaman yang berusia di atas 45 tahun. Usia tersebut merupakan kelompok rentan di Indonesia jika tertular virus corona.
Hasilnya, sekarang semakin terlihat banyak pemerintah daerah dan penduduk di berbagai daerah blingsatan dengan orang-orang yang masih sempat membandel di tengah situasi sekarang.