Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bicara Gelar Wicara antara Karni dan Najwa

4 Desember 2019   19:11 Diperbarui: 6 Desember 2019   14:45 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jarang kita mendengar ungkapan tayang bincang atau gelar wicara. Padahal, itu adalah bahasa Indonesia untuk "talk show" yang acap Anda tonton di TV dalam keseharian. Namun, lebih jarang lagi kita menggali ulang, seberapa berguna sebuah tontonan yang jadi medan laga orang-orang mengadu kecerdasan ini. 

Banyak topik serius dibincangkan di sana. Orang-orang saling beradu urat saraf, bersitegang, hingga saling menjatuhkan atau bahkan saling dukung. Sementara di kalangan penonton, masing-masing menjagokan siapa yang mereka idolakan. Sedangkan sejauh mana manfaat didapatkan para penonton, di tengah-tengah kita, masih menjadi tanda tanya. 

Kita sebut saja gelar wicara. Biar saja stasiun-stasiun TV yang tetap setia dengan istilah "talk show" sebab bisa jadi dengan begitu bisa membantu mereka terlihat keren. Kita tetap dengan bahasa sendiri saja, karena jika terasing dengan bahasa sendiri, agaknya malah bikin kita semakin kesulitan mengenal diri sendiri. 

Dalam gelar wicara yang seabrek-abrek muncul di TV, memang ada banyak bintang panggung yang kemudian menetas di sana. Orang-orang akrab dengan nama Najwa Shihab, Karni Ilyas, Rocky Gerung, atau siapalah. 

Najwa muncul sebagai seorang bintang yang terkenal "sadis" setiap kali memburu pikiran-pikiran narasumbernya. Ada baiknya, tentunya, karena ia juga terkenal sebagai figur yang sangat tegas dalam soal kepekaan dalam durasi, dalam urusan waktu, hingga menjaga isi pembicaraan tidak keluar atau melebar dari tema yang diangkat.

Begitu pula Bang Karni (sapaan akrab Karni Ilyas), sejatinya tidak kalah "sadis" dan tentu saja kritis dalam memimpin sidang gelar wicara yang diasuhnya di salah satu TV swasta.

Meskipun jurnalis gaek ini memang beneran sudah berusia lanjut, namun dalam urusan pikiran kritisnya masih tidak kalah dengan orang-orang muda yang muncul di dunia televisi nasional.

Karni masih cukup canggih dan jeli dalam mengejar atau mencecar narasumber di depannya. Tidak peduli apakah di depannya adalah pakar, tokoh agama, profesor, pengamat, selebritas, ia kerap mampu "mendikte" mereka untuk ikut dalam aturan mainnya. Tak jarang terlihat, ia akan menegur siapa saja atau bahkan memberikan "kartu kuning" tiap kali melihat pelanggaran. 

Entah Najwa Shihab atau Karni Ilyas, keduanya memang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, tetap mereka sama-sama pantas diapresiasi karena keberanian mereka miliki, hingga mengangkat isu yang sekilas terasa sangat sensitif atau bahkan sangat panas. Dari sanalah lahir perdebatan dan tak jarang terjadi aksi menggebrak meja.

Jika menyamakan gelar wicara sebagai perdebatan, dalam dunia ilmu pengetahuan, ini bukanlah sesuatu yang asing. Juga, bukanlah sesuatu yang buruk. Bahkan dari zaman Yunani kuno pun, perdebatan demi perdebatan sudah akrab dengan manusia era itu, hingga melahirkan banyak nama pemikir hingga filsuf.

Sebab dari berdebat itu juga masing-masing dapat menguji kualitas bacaan mereka selama ini, kemampuan berpikir mereka, hingga bagaimana mereka menggabungkan apa yang dibaca dengan apa yang dipikirkan berikut bagaimana menyampaikannya (logika dan retorika).

Di tengah tren gelar wicara tadi, dengan banyak figur yang berlaga di arena debat, jika Najwa bisa tampil bak pendekar wanita yang memiliki pedang tajam di lidah dan pikirannya (dan juga matanya, tentunya), Karni lebih terlihat sebagai pendekar sepuh yang bisa membuat orang diam atau bahkan lumpuh tanpa ia perlu banyak bergerak.

Najwa memang mirip pendekar yang lincah, entah dalam menghindari cecaran balik dari narasumbernya atau memburu jawaban pembicara. Sedangkan Karni bisalah dibilang agak mirip dengan bintang laga yang menguasai bela diri Aikido, Steven Seagal.

Gerakannya tenang, terlihat tidak terlalu boros dalam membuang tenaga, namun ia bisa membagi "kartu-kartu" yang mesti dimainkan pembicara di depannya, dan membuat para pemain saling beradu jurus, pikiran, tenaga, dan berjibaku di sana. 

Soal apa yang bisa diambil pendengar, tampaknya, baik Najwa atau Karni, sama-sama meyakini begitu saja bahwa hanya pendengar cerdas atau kalangan terdidik yang menjadi pemirsa acara-acara mereka. Lagi pula, jika menyimak tema dan pemateri mereka tampilkan, terlihat acara-acara mereka memang bukan untuk konsumsi masyarakat "terbatas" dalam hal intelektualitas dan sejenisnya.

Namun tentu saja mereka tidak membatasi begitu rupa, sehingga siapa saja yang memiliki cukup waktu dapat menikmati tayangan mereka selama berjam-jam. Kalangan manapun, monggo. 

Bukan persoalan, lantaran bagi kalangan non-kampus atau yang tidak pernah mengecap bangku kuliah pun sejatinya dapat menjadikan suguhan di acara mereka untuk menambah wawasan, memiliki model pola pikir, hingga memperkaya sudut pandang. 

Baru jadi persoalan, ketika pemirsa acara-acara mereka adalah kelompok yang belum terbiasa dengan perbedaan pendapat dan pandangan. Sebab, alih-alih melahirkan diskusi-diskusi yang positif seputar apa yang didiskusikan, justru melahirkan perdebatan yang tidak jelas arah dan tujuan. Di mana bisa menyimak potret semacam ini? Ya, di media sosial. 

Di sinilah keberadaan Rocky Gerung akhirnya terlihat berperan. Ia cukup berani, mungkin juga lancang, dengan pikiran-pikirannya. Bahkan ia tidak peduli, isi pikirannya akan sampai ke mana saja, dan akan berakibat apa saja. Alhasil, di balik pikiran-pikiran hebatnya (setidaknya menurut pengakuannya sendiri) yang menjadi hasilnya justru pertikaian di tengah publik. 

Apakah itu kesalahan seorang Rocky? Tidak bisa juga divonis begitu. Namun ia memang turut andil sebagai pemantik atas apa yang terjadi. Entah di media sosial terlihat publik saling maki dan menghujat, atmosfer yang muncul justru memanas, Rocky akan tetap muncul dan selalu muncul di acaranya Karni atau di berbagai stasiun TV.

Saat figur-figur seperti Najwa dan Karni bersikukuh dengan misi pencerahan publik, Rocky acap datang membawa mendung. Tidak cuma bikin pemirsa acap gelap mata hingga memamerkan siapa yang paling tega dalam beradu kata-kata, namun juga melahirkan tren yang keluar jauh dari tujuan sebuah talk show, eh gelar wicara. 

Ya, katakanlah gelar wicara memang bagian dari dunia showbiz atau industri hiburan, karena tampil di TV dan menjadi jalan untuk datangnya banyak iklan. Namun untuk gelar wicara semacam dibesut Najwa atau Karni, mestinya berada di tempat jauh di atas hiburan. 

Sebab di sana, banyak ahli dan pakar saling bedah ilmu, pikiran, dan sudut pandang. Di sini, Najwa terlihat lebih tulus dalam menjalankan misi gelar wicara yang tidak cuma pamer adu mulut.

Sementara Karni, meskipun beliau sendiri sebenarnya sudah memiliki kualitas yang mesti diakui mumpuni, namun tampaknya masih "dipaksa" untuk menjadikan Rocky menjadi bintang. Sementara apakah pikiran-pikiran Rocky sudah sekelas bintang di dunia pemikir, masih tanda tanya. 

Padahal, jika meyakini sebuah gelar wicara adalah untuk menghadirkan pencerahan dan menjauhkan kegelapan, yang dibutuhkan bukanlah memaksa lilin untuk menjalankan peran sebagai bintang.

Terlebih jika yang dimunculkan adalah orang yang terlalu gampang girang saat merasa dirinya bintang, justru ia rentan semena-mena di atas kepala banyak orang (pikiran publik).

Semoga saja, acara-acara semacam gelar wicara di Indonesia, dapat betul-betul punya peran lebih dari sekadar hiburan. Ya, jika masih bisa berharap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun