Jarang kita mendengar ungkapan tayang bincang atau gelar wicara. Padahal, itu adalah bahasa Indonesia untuk "talk show" yang acap Anda tonton di TV dalam keseharian. Namun, lebih jarang lagi kita menggali ulang, seberapa berguna sebuah tontonan yang jadi medan laga orang-orang mengadu kecerdasan ini.Â
Banyak topik serius dibincangkan di sana. Orang-orang saling beradu urat saraf, bersitegang, hingga saling menjatuhkan atau bahkan saling dukung. Sementara di kalangan penonton, masing-masing menjagokan siapa yang mereka idolakan. Sedangkan sejauh mana manfaat didapatkan para penonton, di tengah-tengah kita, masih menjadi tanda tanya.Â
Kita sebut saja gelar wicara. Biar saja stasiun-stasiun TV yang tetap setia dengan istilah "talk show" sebab bisa jadi dengan begitu bisa membantu mereka terlihat keren. Kita tetap dengan bahasa sendiri saja, karena jika terasing dengan bahasa sendiri, agaknya malah bikin kita semakin kesulitan mengenal diri sendiri.Â
Dalam gelar wicara yang seabrek-abrek muncul di TV, memang ada banyak bintang panggung yang kemudian menetas di sana. Orang-orang akrab dengan nama Najwa Shihab, Karni Ilyas, Rocky Gerung, atau siapalah.Â
Najwa muncul sebagai seorang bintang yang terkenal "sadis" setiap kali memburu pikiran-pikiran narasumbernya. Ada baiknya, tentunya, karena ia juga terkenal sebagai figur yang sangat tegas dalam soal kepekaan dalam durasi, dalam urusan waktu, hingga menjaga isi pembicaraan tidak keluar atau melebar dari tema yang diangkat.
Begitu pula Bang Karni (sapaan akrab Karni Ilyas), sejatinya tidak kalah "sadis" dan tentu saja kritis dalam memimpin sidang gelar wicara yang diasuhnya di salah satu TV swasta.
Meskipun jurnalis gaek ini memang beneran sudah berusia lanjut, namun dalam urusan pikiran kritisnya masih tidak kalah dengan orang-orang muda yang muncul di dunia televisi nasional.
Karni masih cukup canggih dan jeli dalam mengejar atau mencecar narasumber di depannya. Tidak peduli apakah di depannya adalah pakar, tokoh agama, profesor, pengamat, selebritas, ia kerap mampu "mendikte" mereka untuk ikut dalam aturan mainnya. Tak jarang terlihat, ia akan menegur siapa saja atau bahkan memberikan "kartu kuning" tiap kali melihat pelanggaran.Â
Entah Najwa Shihab atau Karni Ilyas, keduanya memang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Namun, tetap mereka sama-sama pantas diapresiasi karena keberanian mereka miliki, hingga mengangkat isu yang sekilas terasa sangat sensitif atau bahkan sangat panas. Dari sanalah lahir perdebatan dan tak jarang terjadi aksi menggebrak meja.
Jika menyamakan gelar wicara sebagai perdebatan, dalam dunia ilmu pengetahuan, ini bukanlah sesuatu yang asing. Juga, bukanlah sesuatu yang buruk. Bahkan dari zaman Yunani kuno pun, perdebatan demi perdebatan sudah akrab dengan manusia era itu, hingga melahirkan banyak nama pemikir hingga filsuf.
Sebab dari berdebat itu juga masing-masing dapat menguji kualitas bacaan mereka selama ini, kemampuan berpikir mereka, hingga bagaimana mereka menggabungkan apa yang dibaca dengan apa yang dipikirkan berikut bagaimana menyampaikannya (logika dan retorika).