Media sosial itu memang bisa menjadi media untuk bersosialisasi, entah lewat pertemanan atau sosialisasi lewat ide dan pikiran. Jika tidak, hanya akan mendapatkan sial.
Sekali lagi, media sosial. Bukan sosial media.Â
Media ini menjanjikan popularitas hingga limpahan uang. Ini tentu saja bukan lagi menjadi rahasia. Sebab, ada banyak orang bisa memenuhi kebutuhan hidup dan memiliki penghasilan besar dari kepiawaian memanfaatkan media sosial.
Di sisi lain, media sosial pun bisa menjadi ancaman, entah keamanan pribadi hingga mata pencaharian. Teranyar, salah satu penulis yang juga kerap menulis di Kompasiana, Ninoy Karundeng, bahkan mengalami penculikan hingga penganiayaan karena aktivitasnya di dunia media sosial.Â
Di sini, saya mengajak untuk tidak menghakimi. Saya mesti tegaskan itu, karena saya acap menyimak bahwa tren media sosial juga menularkan "kelainan" bagian sebagian warganet.Â
Saya sebut kelainan, karena ketika ada yang kebetulan mengalami "kesialan" maka itu menjadi kegembiraan bagi sebagian orang, entah dari orang-orang yang memusuhi Anda, atau dari orang yang kebetulan berpura-pura berteman dengan Anda.Â
Namun di sini juga Anda dituntut untuk benar-benar memfilter diri Anda, entah dari cara bersosialisasi yang keliru atau keliru dalam menerjemahkan berbagai fenomena, atau terlibat di dalamnya.
Dalam kasus Ninoy, ia adalah penulis yang memang terkenal berani dalam mengekspresikan pikiran-pikirannya. Ia kemudian terlibat dalam kegiatan berbau politik, pun semata-mata karena di sana ia menemukan saluran yang selaras dengan idealisme yang ia punya.Â
Masalahnya, kita berada dalam kultur yang belum terbiasa berbeda. Alhasil, ketika ada yang berbeda, acap langsung dicap sebagai musuh.Â
Ninoy, dimusuhi karena sikap politiknya dan penolakannya atas sekelompok orang yang acap menjadikan agama sebagai mainan untuk kepentingan politik dan kepentingan golongan. Terkadang ia bersuara keras, menentang, dan menunjukkan wajah perlawanan.Â
Sepanjang tidak ada yang melawan hukum atau hal-hal yang mengarah pada hal-hal destruktif, semestinya kebebasan berekspresi Ninoy memang sah-sah saja. Terlebih negara melalui aturan hukum memang membebaskan untuk berpendapat. Sayangnya, ketika ia harus menemui realitas yang kontradiktif dengan prasangka baiknya terhadap kebebasan berpendapat.Â